Selembar Jilbab Yang Sangat Bermakna

Saat memutuskan bersyahadat pada November  Selembar Jilbab Yang Sangat Bermakna
"Saya anak tunggal. Lahir dan besar dari keluarga Katholik. Saat memutuskan bersyahadat pada November 2021, saya sengaja menyembunyikan keislaman saya. Setiap sholat, saya mengerjakan dengan sembunyi-sembunyi di kamar yang terkunci. Saya tak ingin menyakiti hati Ibu. Pasti dia akan sangat marah dan kecewa," ucap Rika sambil berkaca-kaca.

Penuturan mualaf Rika membuat kami yang mendengarnya pun ikut tersentuh. Kami bisa membayangkan perjuangan Rika, mualaf asal Ambarawa ketika memutuskan bersyahadat. Betapa ada pertentangan batin yang amat kuat dalam dirinya.

Sebagai anak tunggal, tentu dia tidak mau menyakiti hati kedua orang tuanya. Tetapi panggilan keimanan juga tak bisa ditunda lagi. Dia ingin sekali menjadi muslimah. Dia ingin sekali mengenakan jilbab.

Rika bercerita awal mula ketertarikannya masuk Islam adalah karena merasa damai melihat wanita berjilbab. Dia tak tau mengapa begitu menyukai melihat wanita berjilbab. Merasa bahwa jilbab begitu indah dan melindungi kaum wanita. 

Setelah melalui pertimbangan matang, akhirnya Rika memutuskan bersyahadat lewat Mualaf Center Kabupaten Semarang (MCKS). Saat itu kedua orang tuanya tidak tau. Terlebih ayahnya sedang sakit. Tak lama kemudian ayahnya meninggal. Hingga ayahnya meninggal, Rika tak membuka jati dirinya yang sudah menjadi seorang muslimah.

Setelah itu Rika tinggal hanya berdua dengan ibunya. Dia pun memberanikan diri untuk membuka identitas keislamannya. Ibunya marah besar. Dan Rika menerima konsekuensi kemarahan ibunya. Dia faham bahwa ibunya sangat kecewa. Dia hanya diam menerima kemarahan tersebut.

Ketika hari raya Idul Fitri tiba, Rika sembunyi-sembunyi menuju masjid. Dari rumah dia tidak berjilbab. Dia menyembunyikan mukena dan jilbab di dalam tasnya. Kemudian di tengah perjalanan dia baru mengenakan jilbab. Dia bahagia bisa ikut sholat Idul fitri bersama umat Islam lainnya. 

Rika merupakan alumni sebuah Universitas di Salatiga. Saat ini dia juga bekerja di sebuah Yayasan Katholik. Sebetulnya dia ingin sekali mencari pekerjaan di tempat lain, tapi belum ada kesempatan. 

Mendengar kisah Rika ini membuat saya termenung. Betapa selembar jilbab di kepala kita itu sangat bermakna. Bukan hanya kewajiban bagi muslimah saja tetapi juga syi'ar Islam. Ternyata jilbab mampu memberikan kedamaian, tak hanya bagi pemakainya saja tetapi juga bagi yang melihatnya.

Penuturan mualaf Rika ini disampaikan di acara Santunan Mualaf. Sebuah acara khusus bagi para mualaf baru. Mereka bersyahadat antara tahun 2020-2022. Sebanyak 20 mualaf dari Salatiga dan Kab Semarang menghadiri acara ini.

Diharapkan para mualaf bisa silaturahim sekaligus saling menguatkan. Juga bisa mendengarkan kajian penguat keimanan.

Jazakumullohu khoiron katsier kepada donatur MCKS.

Barakallahufiikum 🙏

Widi Astuti
(Aktivis MCKS)

Share Artikel: