KAPAN MUSLIM INDONESIA WAJIB HAJI?
Oleh: Utsman Zahid As-Sidany
Salah satu syarat wajb haji, selain Islam, merdeka, dan taklif, adalah ISTITHA'AH (mampu) berhaji. Ada dua macam istitha'ah:
1. ISTITHA'AH MUBASYARAH (mampu melakukan nusuk haji secara langsung oleh seorang yang telah dinyatakan memenuhi syarat wajib tersebut).
2. ISTITHA'AH TAHSHIL (mampu melakukan nusuk dengan cara digantikan oleh orang lain). Ini tidak terjadi kecuali dari orang yang telah mati atau ma'dhub (kondisi fisik yg tidak memungkinkan dan tidak ada harapan mungkin melakukan nusuk sendiri).
==
Sedikit menyinggung ISTITHA'AH macam pertama, untuk mereka yang jauh dari Makkah, para ulama menyebutkan syarat-syarat (sebagian menyebut 11 syarat), yang jika kita bawa ke dalam konteks masa kini bisa kita wujudkan menjadi:
(1) ada bekal dan kendaraan di semua rute perjalanan (bisa kita katakan: ada ONH, biaya hidup keluarga, biaya tempat tinggal jika nyewa, biaya pelayan jika diperlukan, sudah lunasi hutang),
(2) aman di perjalanan, aman harta, jiwa, dan kehormatan (khusus bagi wanita ada suami/mahram),
(3) mampu secara fisik untuk menempuh perjalanan di atas kendaraan.
==
Terkait point 2, yakni tentang "aman" pernah kita ulas menyangkut persyaratan keanggotaan BPJS sebagai syarat berangkat (untuk konteks Indonesia) dan kita kaitkan dengan apa yang oleh fuqaha' disebut rashdy atau khufarah, yang mereka sebut-sebut menggugurkan kewajiban haji. (Lihat : https://www.facebook.com/share/p/1CMByJ8cPh/). Hal sama, juga terkait visa dan pajak/taris masuk ke tempat-tempat nusuk yang ditetapkan oleh pemerintah Saudi. Semua itu bagian dari "mengambil harta" yang tidak ada kaitannya dengan haji, yang berpotensi mencegah wajib haji.
Lepas dari itu semua, andai syarat-syarat telah terpenuhi, tidak ada BPJS, tidak ada macam-macam pungutan, kapan orang Indonesia dinyatakan mulai wajib haji?
Jawabannya, saat syarat-syarat di atas wajib di atas telah terpenuhi dalam rentang waktu mulai berangkatnya penduduk negeri ini menuju Makkah hingga kembali lagi. Sederhananya, mulai bulan Syawal hingga bulan Dzulhijjah (10 Dzulhijjah), di setiap tahunnya. Jika dalam rentang waktu ini seorang Muslim Indonesia memenuhi syarat dan secara real bisa berangkat, maka tahun itulah dia dinyatakan wajib haji.
Artinya, jika syarat-syarat di atas terpenuhi, namun tidak memungkinkan berangkat (karena antrian yang panjang, 30 tahun ðŸ˜..) maka tahun itu dia belum wajib haji. Jika mati, dan akhirnya tidak haji, tidak dianggap punya hutang haji, sehingga tidak ada masuk ke dalam ISTITHA'AH TAHSHIL (istitha'ah macam kedua). Begitu juga pada tahun-tahun berikutnya. Dalam konteks inilah, sebenarnya jika pada bulan Syawal hingga 10 Dzulhijjah seorang memiliki harta yang cukup dan terpenuhi syarat-syarat lain, dalam konteks Indonesia saat ini, belum wajib haji karena 'adamu imkan al-masir (tidak ada kemungkinan bisa berangkat) di tahun tersebut.
==
Di sini muncul pertanyaan. Jika demikian, apakah dia wajib mengambil antrian dengan mendaftarkan diri, mengingat tidak akan bisa berangkat tanpa antrian?
Jawabannya, bisa jadi dalam kondisi ini, bagi seorang seorang yang telah memenuhi istitha'ah secara finansial dan yang lain, wajib mengambil antrian. Jadi, kondisinya seperti seorang yang telah divonis hukuman mati pada jam 12.15. Maka, meski waktu dhuhur panjang hingga jam 15.00 (misalnya), namun karena dia tahu hanya akan hidup sampai jam 12.15, maka dia wajib segera shalat. Sehingga, waktu dhuhur menjadi mudhayyaq (sempit) bagi dia. Begitu juga halnya dengan haji, meski tahun itu dia dia belum wajib haji karena belum mungkin berangkat, dan boleh haji di tahun-tahun berikutnya, karena haji waktunya memang seumur hidup. Namun, karena kesempatan yang terbatas (dengan padatnya antrian), maka waktunya berubah menjadi mudhayyaq. Sementara mendaftarkan diri untuk mendapatkan antrian haji adalah niscaya agar bisa melakukan kewajiban. Sehingga masuk ke dalam kaidah: "Mala yatimmu al-wajib Illa bih fahuwa wajib".
Namun, misalnya di kemudian hari - setelah mendaftarkan diri - seorang membutuhkan uang, dan dia mencabut pendaftarannya, maka boleh karena waktu wajib haji hakikatnya belum tiba bagi dia. Seperti orang yang punya uang banyak yang rencana akan dia gunakan berangkat haji di bulan Syawal - dengan asumsi tanpa ada antrian - lalu di bulan Ramadhan dia butuh uang tersebut, boleh dia pakai uang tersebut dan jika di bulan Syawal -Dzulhijjah tidak ada uang lagi, maka belum wajib haji.
==
Semua hal di atas tentu dengan asumsi syarat-syarat istitha'ah benar-benar telah terpenuhi. Uang pendaftaran dijaga dengan amanah. Dikelola dengan benar-benar sesuai syariah. Jika belum terpenuhi, maka tidak ada kewajiban apapun, termasuk mendaftar diri. Wallahu a'lam.
(fb)