@import url('https://fonts.googleapis.com/css2?family=EB+Garamond:ital,wght@0,400..800;1,400..800&display=swap'); body { font-family: "EB Garamond", serif; }

Logika Sesat KDM

Logika Sesat KDM

Oleh: Iman Zanatul Haeri

MPLS itu Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Ingat, sekolah. Gedung sekolah, fasilitasnya, mengenal guru, mengenal teman sekolah dan mempersiapkan diri untuk menerima kurikulum dengan jenjang lebih tinggi. 

Anak SD bersiap menerima pembelajaran tingkat SMP dan begitu seterusnya sampai SMA dan Perguruan Tinggi. 

Semua ini dilakukan agar anak-anak kita bisa beradaptasi dengan lingkungan belajar dengan level yang lebih tinggi dari sebelumnya. 

Apakah TNI Polri bisa dilibatkan dalam proses MPLS? bisa. Jika dilakukan di sekolah yang memang secara khusus mengarahkan cita-cita anak-anak kita menjadi Tentara dan Polisi. Seperti sekolah ketarunaan. 

Sementara di Sekolah Negeri, ada beragam anak dengan cita-cita yang berbeda. Tentu ini akan mereduksi dan menyeragamkan, seolah-olah karakter yang baik adalah tentara dan polisi.

Penanaman karakter seharusnya dilakukan secara terencana dan itu bagian dari kurikulum. Intra, ekstra atau kokulikuler. Sementara dalam MPLS, kurikulum belum diaktivasi. 

Bisakah anda membaca? MASA PENGENALAN. 

Saya kira Jawa Barat adalah contoh terburuk dari tata kelola pendidikan. Semuanya serba tidak terencana, spontan, dan menganggap murid-murid kita, seperti disampaikan Sekda Jabar, sebagai "simptom." Apa yang kita harapkan dari pejabat yang memiliki kewenangan mengelola pendidikan menganggap anak-anak kita sebagai gejala penyakit? 
Oleh sebab itu mudah saja bagi mereka mengusung ide 50 anak dalam satu kelas, tanpa mempertimbangkan kondisi guru dan siswa, karena tujuan utamanya berupaya menurunkan angka putus sekolah dengan cara instan, menumpuknya di sekolah, sehingga tahun depan angkanya turun drastis. 

Demi angka penurunan putus sekolah? 

Jika menurut anda 50 angka yang biasa, anda perlu mencoba mengajar dan diajar dengan jumlah 50 Siswa, dengan cuaca standar Karawang. Cobalah. 

Logika pendidikan yang dibangun KDM di Jawa Barat sama seperti menganggap manusia sebagai virus yang harus diisolasi. Dunia pendidikan dibagi menjadi kotak-kotak, mereka yang "nakal" dikirim ke barak, putus sekolah ditumpuk ke Sekolah Negeri, dan MPLS dikirim tentara dan polisi. 

Pendekatan kritis terhadap kebijakan KDM di Jawa Barat memang tidak akan populer dan tidak menguntungkan ketika gubernur tersebut sedang diminati dan sedang dicintai penontonnya yang lagi cinta-cintanya. Meskipun penulis juga salah satu penonton kontennya. 

Tapi, kita harus menyuarakan ini. Sesuatu yang tidak akan terlihat di luar batas-batas tim kameramen KDM. Sesuatu yang akan merugikan kita tiga, lima, sepuluh tahun atau saat kita menunggu panen indonesia Emas 2045. 

Kita semua harus memberikan peringatan keras. Semata-mata, demi ancaman bahaya dari kebijakan pendidikan yang urakan, yang bertujuan menimbulkan ombak perhatian semua orang di negeri ini. 

Dan rela menjadikan pendidikan sebagai panggung untuk mencari perhatian, sementara untuk mendukung itu semua para guru harus tertunduk memangku kebijakan dalam tiap pundak mereka dan para siswa menjadi figura, dengan video selfie dan cahaya kelewat silau, agar anak-anak yang belum dewasa ini terpaksa memberikan jawaban instan yang seolah-olah itu adalah akhir dan hasil kebijakannya. 

Dan ternyata, di luar kamera, kondisi pendidikan kita berantakan. 

Cukup adalah cukup.