Duh! Pembeli Properti Elite Di Pulau Reklamasi Jakarta Gugat Pengembang, Ada Apa?


[PORTAL-ISLAM.ID]  Sembilan konsumen pembeli properti di atas lahan reklamasi Teluk Jakarta menggugat pengembang Pulau C dan D, PT Kapuk Naga Indah (PT KNI). Sembilan konsumen meminta pengembang mengembalikan uang cicilan yang telah dibayarkan dengan total nilai sebesar Rp 36,7 miliar.

Para konsumen ini menggugat anak perusahaan milik Agung Sedayu ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta. Mereka meminta BPSK semoga memerintahkan PT KNI mengembalikan uang cicilan dan booking fee yang telah disetorkan atas pembelian 11 unit properti “Golf Island”.

Golf Island merupakan proyek properti elite yang menghubungkan antara Pulau C,D dan Pantai Indah Kapuk. Rumah yang dibangun ditawarkan dengan harga sekitar Rp 2-9 miliar per unit. Sementara rumah kantor yang menghadap pantai mencapai Rp 11 miliar per unit.

Dalam gugatan yang dilayangkan ke BPSK, konsumen juga meminta semoga PT KNI tidak meneruskan penerimaan cicilan pembayaran dari konsumen. Permohonan gugatan dilayangkan ke BPSK semenjak 27 September 2017 dan ketika ini sedang dalam proses sidang.

Para konsumen mengajukan gugatan tersebut alasannya yaitu pembangunan proyek “Golf Island” yang dikembangkan PT KNI dalam kondisi ketidakpastian. Alasannya, ketika ini PT KNI masih harus menunggu Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara DKI Jakarta sebelum sanggup melaksanakan pembangunan.

“Dengan demikian pembangunan tersebut masih mengandung kesepakatan yang belum pasti,” begitu goresan pena dalam surat gugatan yang diterima Katadata beberapa waktu lalu.

Sebelum mengajukan gugatan, para konsumen telah mengirimkan surat gugatan kepada PT KNI untuk mengembalikan cicilan yang telah mereka bayarkan, pada 10 Agustus 2017. Setelah mengirimkan surat somasi, para penggugat bertemu dengan PT KNI pada 21 Agustus 2017.

Setelah pertemuan tersebut, PT KNI menolak mengembalikan dana cicilan dengan alasan adanya suatu perubahan kebijakan yang dianggap sebagai keadaan di luar kekuasaan (force majeure). Hal itu tertuang dalam surat Tanggapan Somasi & Pertemuan Nomor 134/LGLDS&L/KNI/VIII/17 tertanggal 30 Agustus 2017.

Para penggugat menilai alasan force majeure yang dipakai PT KNI tidak berdasar. Pasalnya, mereka menilai kalau hal tersebut terjadi akhir pelanggaran yang dilakukan oleh PT KNI.

Kemudian, PT KNI dalam surat tertanggal 18 September 2017 meminta kepada para konsumen untuk melanjutkan kembali pembayaran cicilan yang sempat tertunda akhir moratorium reklamasi. PT KNI mendasarkan undangan tersebut dengan klaim bahwa pembangunan akan berjalan lancar karena telah mempunyai izin.

Ketika itu, PT KNI telah mengantongi Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan Hak Guna Bangunan (HGB) untuk Pulau C dan D.

Sebaliknya, para konsumen menganggap undangan cicilan PT KNI telah memenuhi perbuatan yang tidak boleh oleh pelaku perjuangan sebagaimana Pasal 9 Ayat (1) abjad k Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 wacana Perlindungan Konsumen.

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pelaku perjuangan tidak boleh menawarkan, mempromosikan mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seperti menunjukkan sesuatu yang mengandung kesepakatan yang belum pasti.

Karenanya, PT KNI dinilai tidak boleh memperdagangkan barang atau meneruskan untuk mendapatkan cicilan pembayaran maupun memasarkan barangnya.

“Unit rumah maupun rukan tersebut belum mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan alasannya yaitu terbenturnya Rancangan Peraturan Daerah mengenai Tata Ruang,” suara gugatan yang diajukan konsumen.

Konsumen juga mempertimbangkan proses politik dalam pembahasan Raperda antara Pemrpov DKI Jakarta dan DPRD yang akan memakan waktu panjang, Alhasil, ini menjadikan ketidakpastian pembangunan pada unit properti yang telah dibeli sebagaimana Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 9 ayat (2), ayat (3) UU Perlindungan Konsumen.

Menurut sejumlah konsumen tersebut, ketidakpastian atas ketepatan waktu pembangunan unit properti itu menciptakan mereka berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi, maupun pengembalian uang yang telah dibayarkan. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen.

Dengan ketidakpastian dan ketidaknyamanan tersebut, mereka juga menilai pengembang telah melanggar hak konsumen. Mereka pun mengklaim mempunyai hak untuk mendapatkan pengembalian uang atas cicilan pembelian properti yang belum mereka terima.

“Hak tersebut diatur dalam Pasal 4 abjad a dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 wacana Perlindungan Konsumen,” suara surat gugatan.

Atas gugatan yang dilayangkan sembilan konsumen terhadap PT KNI tersebut, Katadata telah menghubungi kuasa aturan PT KNI, Kresna Wasedanto melalui pesan singkat. Namun, sampai info ini diturunkan belum ada jawaban dari Kresna.

Share Artikel:

Related Posts :