Pemecatan Fh Itu Berkala (?)

(Fahri Hamzah ketika orasi di Reuni Akbar 212, 2-12-2017 Monas)

Pemecatan FH itu Terencana (?)

1. Hari ini sempurna dua tahun yang lalu, 16 Desember 2015, MPP PKS mengesahkan 2 Pedoman sekaligus. (1) Pedoman Pemberian Penghargaan dan Penjatuhan Sanksi. (2) Pedoman Beracara Penegakan Disiplin.

2. Saya sengaja mencari dan mempelajari dua Pedoman tersebut sehabis seorang Ustadz menyarankan anggota sebuah grup diskusi untuk membaca dan mempelajari AD/ART dan 2 Pedoman diatas.

3. Yang menciptakan saya tertarik mempelajarinya alasannya ialah Ustadz tersebut bisa membungkam kawan-kawan yang beropini bahwa FH dilarang membawa masalahnya dalam Jamaah ke Pengadilan Umum dengan mengutip pasal 21 dalam Pedoman nomer: 1 tahun 2015.

4. Bunyi pasal 21: “Penjatuhan ta’dib (hukuman) sebagaimana dalam pasal 17, tidak menutup kemungkinan bagi teradu dan/atau pihak lain untuk mengajukan penyelesaian perkaranya melalui jalur aturan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

5. Saat membaca pasal di atas, saya sangat sedih, ternyata pasal ini tidak dipahami (tidak dibaca) bahkan oleh para petinggi PKS sekalipun, sehingga mereka sering menyampaikan dilema internal partai dilarang dibawa ke ranah hukum. Wajar kader-kader dibawah beropini yang sama.

6. Setelah diskusi di grup WA semalam, saya mengumpulkan aneka macam dokumen partai dan mengkajinya seharian penuh. Kemudian saya searching aneka macam pemberitaan wacana kegaduhan PKS selama ini terutama yang terkait dengan pemecatan FH. Dan saya menemukan beberapa keanehan.

7. Pertama: Pedoman yang terkait dengan penjatuhan hukuman dan tata beracara penegakkan disiplin ini sepertinya menjadi perhatian pertama dan utama MPP, sehingga 2 fatwa diatas menjadi produk peraturan partai pertama dalam kepengurusan periode ini. Terbukti dengan penomeran Pedoman tersebut. Yaitu nomer 1 dan nomer 2 tahun 2015.

8. Kedua: pengakuan Pedoman yang tertanggal 16 Desember 2015 bersamaan dengan tanggal dimintanya FH oleh KMS (Ketua Majelis Syuro) untuk menjawab permintaannya mau mundur dari Pimpinan dewan perwakilan rakyat atau tidak. Dan FH menyatakan belum ada kemantaban hati. Perlu dicatat bahwa Pertemuan FH dengan KMS dilaksanakan pagi hari dan tentu pengakuan Pedoman tersebut di MPP atau pun di DPTP siang atau sore harinya. Tampaknya dua Pedoman partai tersebut sudah disiapkan untuk mengantisipasi perilaku FH.

9. Ketiga: dalam tradisi PKS yang namanya Pedoman itu sifatnya lebih global dan menjadi payung bagi bidang-bidang yang terkait. Bila memerlukan aturan lebih rinci diserahkan kepada bidang-bidang di DPP atau DSP. Uniknya MPP juga menciptakan Pedoman tata beracara dalam penegakkan disiplin sebagai breakdown dari Pedoman Pemberian Penghargaan dan Penjatuhan Sanksi. Padahal ini menjadi domain DPP cq BPDO. Tampaknya MPP ingin segera ada perangkat peraturan yang cukup untuk digunakan dalam masalah FH.

10. Keempat: dalam tradisi penegakkan disiplin partai di PKS selama ini, BPDO hanya memproses masalah disiplin organisasi berdasarkan aduan atau pelimpaham dari DSW/DSP. Dalam Dua Pedoman gres diatas MPP memasukkan norma gres yaitu BPDO sanggup menangani masalah tanpa pengaduan dan penugasan dari ketua DPTP atau Presiden. Norma gres ini sepertinya disiapkan untuk menjerat orang-orang tertentu ibarat FH.

11. Kelima: berdasarkan seorang ustadz di DPP, pada tanggal yang sama, yaitu 16 Desember 2015, MPP juga menciptakan keputusan dalam rapatnya semoga partai segera melaksanakan pembenahan Etalase-etalase partai semoga tidak mengakibatkan kekecawan bagi kader yang ingin adanya perbaikan partai dan tidak mengakibatkan publik distrust yang luas. FH, DPR, DPRD ialah etalase yang dimiliki partai ketika ini.

12. Keenam: berdasarkan kesaksian ustadz Untung Wahono di sidang perdata PN Jaksel tgl 03 Oktober 2016, dia menyampaikan usul semoga FH mundur dari pimpinan dewan perwakilan rakyat tidak dibahas sebelumnya di DPTP. Masalah FH gres diangkat dalam rapat sehabis FH tidak mau mundur. Padahal berdasarkan AD/RT PKS, (pasal 15 AD) keputusan posisi jabatan pimpinan dewan perwakilan rakyat menjadi wewenang DPTP sebagai lembaga. Bukan pribadi-pribadi anggota DPTP. Artinya harus dibahas dan diputuskan dalam rapat DPTP. Ini berarti telah terjadi pelanggaran AD/ART.

13. Inilah beberapa abnormalitas yang saya temukan ketika mengkaji AD/ART PKS dan 2 Pedoman di atas. Terutama bila kita hubungkan dengan masalah FH. Belum lagi jikalau kita coba kaji pemberitaan Media dan kita kekerabatan dengan klarifikasi PKS wacana masalah FH dan klarifikasi FH wacana masalahnya sendiri, kita akan banyak sekali mendapat keanehan-keanehan lain.

14. Sebagai contoh, statemen FH wacana dewan perwakilan rakyat rada rada Bloon, yang dijadikan salah satu bukti DPP PKS bahwa FH tidak mentaati perintah untuk lebih sopan ialah wawancara live dalam sebuah obrolan di Metrotv sekitar tanggal 23 Mei 2015. Namun diramaikan kembali di media pada bulan Agustus dan September 2015. Hingga ada seorang anggota dewan perwakilan rakyat melaporkan FH ke MKD. Diramaikannya dilema ini di media sehabis 3 bulan diucapkan terang punya maksud. Ini salah satu pola adanya operasi media untuk mengkondisikan pengambil kebijakan di PKS bahwa FH layak diganti dari Pimpinan DPR.

15. Dalam klarifikasi PKS, FH pernah diberi hukuman ringan oleh MKD alasannya ialah masalah pengaduan atas stetemen “rada rada bloon”. Tetapi berdasarkan FH dia tidak pernah disidang oleh MKD dalam masalah apapun, kemudian bagaimana dirinya bisa mendapat sanksi? Dan hal ini juga dibenarkan salah seorang pimpinan MKD bahwa MKD tidak pernah memberi hukuman apapun kepada FH.

16. Dalam hal ini sangat mungkin telah terjadi kebohongam atau pemalsuan dokumen sehingga PKS begitu yakin jikalau FH pernah mendapat hukuman MKD. Bila ini benar, harusnya BPDO mengenakan pelakunya hukuman katagori (2) yaitu perbuatan yang mengakibatkan dosa besar selain hudud, sesuai Pasal 10 Pedoman Pemberian Penghargaan dan Penjatuhan Sanksi.

17. Hal lain yang perlu saya sebutkan di sini sebagai abnormalitas ialah keterlibatan pihak Luar PKS, ibarat pembocoran surat keputusan Majlis Tahkim kepada media pada simpulan Maret 2016, yang disinyalir dilakukan oleh orang yang sama dengan yang menyampaikan surat tersebut kepada dua orang pimpinan dewan perwakilan rakyat rekan FH pada 3 hari sehabis diputuskan (11 Maret 2016).

18. Melihat aneka macam abnormalitas di atas, masuk akal banyak pihak menilai bahwa pemecatan FH terencana. Lalu siapakah yang merencanakannnya? Siapa yang punya kepentingan? Apakah ibarat itu cara kerja partai dakwah? Dimana nilai-nilai dakwah yang mulia ini; “dakwah itu merangkul bukan memukul” juga “dakwah itu menyatukan kekuatan bukan memcah belah barisan”??? Wallahul musta’aaan.

Ujung Kulon, 16 Desember 2017

Abu Abdurrahman

__
Sumber: fb


Share Artikel: