Setiap Jelang Natal, Umat Islam Dibuat Terpojok
Oleh: Faizal Assegaf*
(Ketua Progres 98)
Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto tampil berangasan dan menegaskan pihaknya akan mengerahkan 80 ribu prajurit untuk ikut mengamankan perayaan Natal dan tahun baru.
Luar biasa, 80 ribu prajurit Tentara Nasional Indonesia dimobilisasi, belum terhitung ratusan ribu anggota Polri. Jumlah yang fantastik. Terkesan seolah negara dalam situasi genting, akan terjadi hura-hara atau serangan teroris.
Pernyataan Panglima Tentara Nasional Indonesia sangat anomali. Bertolak belakang dengan klaim presiden Joko Widodo bahwa kehidupan umat beragama makin rukun dan damai. Entah siapa yang mesti dipercaya?
Bukan untuk kali ini, namun setiap jelang Natal, publik selalu dihebohkan oleh ihwal kesibukan alat-alat negara dan sejumlah elemen rakyat menjaga gereja.
Penciptaan situasi yang demikian justru tanpa disadari telah menyulut keresahan rakyat. Bahkan secara sensitif telah menyiram prasangka dan menyudutkan umat Islam.
Terlebih munculnya silang pendapat wacana usul sebagian kaum muslim yang mengharamkan memberikan ucapan selamat natal serta memakai atribut Natal.
Sikap demikian masuk akal saja, namun sangat disayangkan telah dipolitisir seolah sebagian umat Islam membuktikan permusuhan dan kebencian. Sehingga menjadi pembenaran untuk mengantisipasi gangguan keamanan.
Padahal jangankan soal natalan, hak umat Islam sebagai secara umum dikuasai untuk hidup tenang dan mendapat keadilan justru kian terusik serta terpinggirkan.
Fakta membuktikan skandal perompakan ratusan triliun uang BLBI, proyek reklamasi dan kasus-kasus besar lainnya, secara umum dikuasai pelakunya dari golongan non muslim.
Mengapa 80 ribu tentara dan ratusan ribu polri tidak digerakkan untuk menangkap pelaku tersebut yang terbukti melaksanakan kekacauan dan merugikan kehidupan rakyat?
Lebih menyakitkan umat Islam yang telah kehilangan hak ekonomi justru difitnah intoleran, anti Pancasila, anti kebhinekaan, teroris, radikal dan segala rupa kebencian.
Ketidakadilan tersebut jangan dinafikan. Soal urusan perayaan Natal dan Tahun Baru, umat Islam sudah terbukti sangat ramah dan toleran. Tidak perlu menjaga gereja, tapi yang wajib dilindungi yakni rasa keadilan.
Bila keadilan diinjak-injak, maka negara dan rakyat akan terus dipermainkan dengan segala modus penipuan dan kemunafikan oleh mereka yang berkuasa.
Hasilnya, kehidupan umat beragama tanpa henti diposisikan saling curiga demi menutupi kejahatan besar: Skandal BLBI, Proyek Reklamasi, penyelundupan Narkoba dan mewabahnya penyakit LGBT. Pelakunya terperinci yakni mereka, tapi mengapa setiap jelang Natal umat Islam dibentuk terpojok?(*)
*Sumber: TeropongSenayan