Anies Presiden, Reklamasi Dan Meikarta Dapat Berhenti
Anies Presiden, Reklamasi dan Meikarta Bisa Berhenti
Oleh: DR. Tony Rosyid
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
Reklamasi dihentikan, taipan teriak. Tangan-tangan kekuasaan berupaya melawan. BPN menantang ke pengadilan. Massa dikerahkan ke Balaikota DKI Jakarta. Demo! Bergerak sendiri atau ada yang membiayai?
Perseteruan tak kunjung berhenti. Adu kuat antara Anies dan Taipan berlangsung makin seru. Proyek 500 Triliun tak akan menciptakan taipan menyerah. Terlalu besar jikalau dikorbankan. Apalagi, proyek ini hasil kesepekatan dengan penguasa lama. Saatnya taipan menagih komitmennya.
Anies nampaknya tak gentar. Meski yang ia hadapi tidak hanya taipan, tapi juga pihak kekuasaan. Dua pihak sekaligus. Mampukah Anies memenangkan pertempuran?
Wong cilik (rakyat kecil) dan konglomerat didesign sejarah untuk sering berhadapan. Lagu lama. Penguasa hampir selalu berada di belakang pihak yang punya dana. Persis citra Karl Marx ihwal teori kelas: borjuis vs proletar. Negara memberi legitimasi terhadap mekanisme penindasan. Kaum borjuis yang selalu diuntungkan.
Anies telah ambil risiko ketika menentukan posisi berseberangan dengan taipan. Tapi ia hanya seorang gubernur, bukan presiden. Kelas taipan tak gampang dikalahkan. Bukan alasannya ialah taipannya, tapi alasannya ialah ada kekuatan-kekuatan yang mem-back up-nya. Supaya berimbang dalam langgar kekuatan, Anies mesti jadi presiden.
Peluang Anies jadi presiden ada. Apalagi? Tugas di DKI belum tuntas, tidak bagus ditinggalkan. Kecuali jikalau rakyat membutuhkan. Posisi Anies kini sedang dibutuhkan. Tak ada pemimpin ketika ini yang berani mengambil kiprah untuk menghentikan kerakusan para taipan.
Menjadi presiden bukan syahwat jabatan, tapi lebih alasannya ialah panggilan. Anies tentu tak berambisi. Ia sadar diri, kiprah di DKI mesti dituntaskan. 23 komitmen harus dilunasi. Sekarang gres 10 komitmen yang ditunaikan. Masih 13 komitmen lagi.
Tapi, Indonesia butuh orang menyerupai Anies. Selain cerdas, terang kerja dan integritasnya, Anies punya ketegasan keberpihakan. Yang terakhir ini paling penting, dan tidak gampang menemukan pemimpin punya nyali menyerupai Anies ini.
Kelebihan Anies dibanding pemimpin lainnya ialah kelugasannya berpihak kepada "wong cilik". Anies telah mengatakan perilaku dan keberpihakannya. Penghentian proyek reklamasi teluk Jakarta dan penutupan Alexis sudah jadi pembuktian.
Anies pernah menyebut "wong cilik" itu sebagai "pribumi". Gara-gara istilah ini, Anies habis dibully. Sampai sekarang, pidato soal "pribumi" masih Anies hadapi di sidang pengadilan. Rakyat berharap: Anies tak pernah gentar.
Dalam semua kebijakan dan sikapnya, Anies menegaskan diri memperjuangkan "kaum pribumi". Kaum ini yang dikonotasikan Anies sebagai wong cilik keturunan nenek moyang orisinil negeri ini. Mereka sering berada dalam ketertindasan alasannya ialah kebijakan dan hukum kekuasaan yang berpihak kepada para taipan. Berganti kekuasaan, kebijakan yang berpihak kepada taipan tak pernah berganti.
1% orang Indonesia menguasai 50% kekayaan di negeri ini. Mayoritas mereka bukan dari golongan wong cilik, terutama dari kalangan yang dalam sejarah penjajahan Belanda sering disebut sebagai pribumi. 10% orang menguasai 90% kekayaan negeri. Hanya 10% ekonomi negeri ini dibagi-bagi dan diperebutkan oleh 90% penduduk negeri ini.
Orang menyerupai Anies diharapkan untuk menghadang proyek-proyek penindasan. Legal, tapi tak prosedural. Sah, tapi banyak proses pelanggaran.
Salah satunya ialah reklamasi. "Proyek subhat" ini memaksa Anies harus berhadapan dengan pihak-pihak yang punya kekuatan politik dan uang. Kekuatan-kekuatan itu akan gampang ditaklukkan jikalau Anies pegang kekuasaan. Anies jadi presiden.
Anies hanya akan maju jadi presiden jikalau sejumlah partai memintanya. Terutama Gerindra dan PKS. Koalisi partai oposisi ini akan minta Anies maju sebagai kandidat calon presiden jikalau rakyat menghendakinya.
Berbasis kepada hasil survey dari tujuh lembaga, nama Anies muncul. Bahkan jikalau head to head dengan Jokowi, elektabilitas Anies paling potensial untuk menjadi lawan tanding dan mengalahkan Jokowi, dibanding tokoh-tokoh lain. Padahal, belum ada partai pengusung. Anies pun belum menyatakan maju.
Jika partai koalisi Gerindra-PKS bersedia mengusung dan Anies menyatakan diri maju, tentu akan lebih terukur elektabilitasnya. Anies di tangan Prabowo sebagai "King Maker" akan menunjukan kekuatannya berhadapan dengan Jokowi.
Tak ada alasan bagi Gerindra-PKS untuk tidak merekomendasikannya. Sebab, hasil survey mengatakan rakyat menghendakinya. Saatnya Gerindra-PKS memenangkan pertarungan dan pensiun jadi oposisi.
Head to head Anies Jokowi akan seru mengingat perseteruan reklamasi akan berlanjut. Jika Anies yang menang, reklamasi dengan gampang akan dihentikan.
Tidak hanya reklamasi, Meikarta pun akan ikut kena imbasnya. Proyek hunian yang iklannya 500 ha, kesulitan sanggup izin sesuai cita-cita alasannya ialah luas tanahnya gres 84 hektaran. Akibatnya, penjualan mengalami hambatan.
Nasib Meikarta bergantung kepada siapa cagub yang menang di pilgub Jawa Barat. Siapapun pemenangnya, tak banyak kuat bagi Meikarta jikalau Anies yang jadi presidennya.
Anies jadi presiden, mekanisme ijin akan ditegakkan. Banyak proyek akan kelabakan alasannya ialah uang sogok tak akan lagi mempan. Reklamasi dan Meikarta niscaya kelabakan.
Jakarta, 24/1/2018