Jurnalis Koplo Ala Kompas
[PORTAL-ISLAM.ID] Media Kompas menerima kritik tajam dari sejumlah pihak alasannya yaitu dianggap bukan lagi memerankan sebagai jurnalis tapi malah menjadi buzzer.
Pakar marketing, Ardi Wirdamulia, Ph.D menyoroti berita-berita di Kompas yang dinyatakan kelakuannya menjadi buzzer.
Terbaru soal gosip "Cerita wacana Anak Lamongan yang Tulis Surat ke Ahok Minta Ijazahnya Ditebus" yang tanpa cover bothside dan hanya bersumber dari staf pribadinya Ahok, Natanael Ompusunggu. Yang jadinya dibantah pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Jawa Timur.
[Penjelasasan Saiful Rachman Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur]
6. Inilah klarifikasi yang saya sampaikan menurut fakta di lapangan. Semoga ini memperjelas semua duduk kasus wacana ijazah SMAN 3 Lamongan. Sekaligus mengakhiri polemik. Terima kasih ada seluruh atensi semua netizen. Ke depan @dindik_jatim semakin waspada dan teliti. pic.twitter.com/AgFSxhAyu7— Saiful Rachman (@saifulrachman32) 2 Januari 2018
Berikut kritik pedas Ardi Wirdamulia, Ph.D terkait Kompas yang disampaikan di akun twitternya @awemany (3/1/2018):
Yang malesin itu @kompascom. Mereka menyandang profesi sebagai jurnalis. Tapi kelakuannya kayak buzzer. Dan ini bukan pertama kali. Sering.
Gunanya cover both side itu biar orang sanggup melihat dari kedua sisi. Memiliki informasi yang berimbang untuk mempunyai opini. Ketentuan itu ada dalam isyarat etik jurnalis.
Konten dari kejadian itu menyeret orang lain. Ada Kepala Sekolah. Ada Dinas Pendidikan. Dan ada siswa itu sendiri. Pikiran mereka harusnya lebih panjang dari sekedar capernya sekretaris Ahok.
Verifikasi dulu dong apakah ada sisi yg berbeda dari yg diceritakan oleh sekretaris Ahok. Apakah benar ijasahnya ditahan? Apa bukan sekedar ketakutan si anak yg memang punya tunggakan?
Dengan melaksanakan proses yg benar, kalo ternyata si anak memang cuma ketakutan ya tinggal tulis beritanya. Kalo memang ada bukti ditahan ya lebih punya nilai berita. Ada kepentingan publik di situ.
Membuktikannya ngga susah kok. Ada 11 orang lagi kok. Tinggal ditanya. Kalo memang @kompascom serius mau jadi jurnalis. Kalo mau berhenti jadi buzzer.
Sekarang sudah sulit untuk berlaku adil. Kepala Sekolah punya catatan (dan dibenarkan) bahwa ybs tidak pernah tiba sebelum beliau bawa surat Ahok itu. Kepala sekolah itu selalu sanggup bilang belum diambil. Bukan ditahan.
Saat tiba dengan membawa surat Ahok, ijasah itu diberikan kok. Tapi beliau belum pernah tiba dan ditolak tanpa membawa surat Ahok lho. Jadi, ngga terang juga tugas surat itu. Lalu kita mau menghakimi si Kepala Sekolah? Apakah kita tidak takut jadi orang dzalim?
Kepala sekolah itu punya karir yg sudah diperjuangkan sedari lama. Punya anak-istri juga mungkin. Yang sanggup menderita malu. @kompascom ngga mikir ini? Main turunin gosip aja sebelum confirmasi.
Si anak kini diberitakan stress. Lha wartawannya ketemu ama anaknya juga engga. Semua info dimakan dan diberitakan mentah-mentah. Ini jurnalisme opo? Jurnalisme koplo ala @kompascom ?
Ribut2nya haters dan lovernya Ahok sih udah ngga sanggup diapa2in. Saya ngga mau masuk ke situ. Ngapain? Tapi buat apa sih @kompascom selalu nyari2 materi yg memperuncing itu? Kemaren dibayarnya kebanyakan? Duh!
Yang malesin itu @kompascom. Mereka menyandang profesi sebagai jurnalis. Tapi kelakuannya kayak buzzer. Dan ini bukan pertama kali. Sering.— Pelan-pelan, Ardi! (@awemany) 3 Januari 2018
Verifikasi dulu dong apakah ada sisi yg berbeda dari yg diceritakan oleh sekretaris Ahok. Apakah benar ijasahnya ditahan? Apa bukan sekedar ketakutan si anak yg memang punya tunggakan?— Pelan-pelan, Ardi! (@awemany) 3 Januari 2018
Si anak kini diberitakan stress. Lha wartawannya ketemu ama anaknya juga engga. Semua info dimakan dan diberitakan mentah". Ini jurnalisme opo? Jurnalisme koplo ala @kompascom ?— Pelan-pelan, Ardi! (@awemany) 3 Januari 2018
Jurnalisme nyicil. Pertama, bikin gosip bombastis cuma dari satu sumber. Setelah dibully, gres turun ke lapangan. Itupun belum terang bener. Si anak bilang ditahan, kepseknya bilang belum diambil. Wawancara ama anaknya mana? Nyicil lagi? @beginu— Pelan-pelan, Ardi! (@awemany) 2 Januari 2018