Mengapa Ustad Abdul Somad Ditakuti Dan Acara Dakwahnya Harus Dihambat?


Mengapa Ustad Abdul Somad Ditakuti dan Aktivitas Dakwahnya Harus Dihambat?

Oleh: Hersubeno Arief
(Konsultan Media dan Politik)

BADANNYA kurus kerempeng, tampilannya sederhana. Celetukan-celetukannya ketika memberikan ceramah lucu, dalam cengkok Melayu yang unik dan menarik. Namun hari-hari ini Ustadz Abdul Somad tiba-tiba menjadi figur yang dibenci, bahkan ditakuti.

Kehadirannya di Bali ditolak, bahkan Abdul Somad dipersekusi. Dipaksa menyanyikan lagu Indonesia Raya dan menandatangani pernyataan kesetiaan kepada NKRI.

Di Hongkong beliau dicekal dan dideportasi. Sementara ceramahnya di masjid PT PLN Persero Disjaya, Jakarta tiba-tiba dibatalkan, padahal tenda sudah terpasang, logistik sudah tersedia, dan jamaah sudah berbondong-bondong datang.

Di medsos Abdul Somad juga selalu dibully. Bila melihat accountnya, para pembuli ini ialah kelompok yang sering disebut sebagai @cebongers.

Mengapa Ustad Abdul Somad Ditakuti dan Aktivitas Dakwahnya Harus Dihambat?

Pertama, kesalahanpahaman dan pembelahan di tengah masyarakat kian dalam. Semua yang berbau Islam termasuk gerakan dakwah harus dicegah dan dimusuhi (Islamphobia). Semua ulama dianggap radikal. Adanya kelompok semacam ini tercermin dari kejadian di Bali. Perlu kesabaran dan gerakan dakwah yang ramah untuk menyadarkan mereka.

Kedua, ada kelompok-kelompok yang khawatir dengan popularitas Abdul Somad yang kian hari, kian membesar dan sanggup menjadi sebuah gerakan politik yang mengancam kemapanan para pendukung penguasa. Indikasinya sanggup terlihat dari kejadian deportasi dari Hongkong, dan penghapusan ceramah di PLN Disjaya. Ada tangan-tangan kekuasaan tak terlihat yang bermain di dua kejadian tersebut.

Kelompok kedua ini sanggup menggerakkan dan memanfaatkan kelompok pertama. Makara jangan kaget jikalau nanti akan muncul beberapa penolakan serupa di tempat lain. Tidak perlu disikapi dengan amarah, atau agresi akhir serupa.

Jangan pernah mau diprovokasi dan dibenturkan. Dengan begitu mereka tidak menerima justifikasi bahwa umat Islam memang radikal, alasannya ialah itu layak ditindak.

Kelompok pendukung penguasa ini, sedang paranoid. Rangkaian kejadian yang terjadi belakangan ini dengan terang menawarkan hal itu.

Masifnya publikasi survei yang menyatakan Jokowi tetap paling unggul secara elektabilitas. Pencopotan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo, banyak sekali manuver penguasa di pilkada, terutama di Jawa, termasuk terus direcokinya banyak sekali aktivitas kerja dan anggaran Anies-Sandi, menawarkan mereka sedang mencoba mencegah umat melaksanakan konsolidasi. Berbagai potensi munculnya kelompok penentang, sekecil apapun, harus dicegah.

Penetrasinya Sangat Luas

Bila melihat hasil survei, elektabilitas Jokowi sebagai incumbent tidak terlalu mengesankan, hanya 30 hingga 42 persen. Kabar baiknya belum ada figur alternatif yang potensial sebagai penantang, kecuali Prabowo. Figur-figur potensial lainnya menyerupai Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan, untuk sementara sanggup dinetralkan.

Namun berguru dari perkara Pilkada DKI, ketika umat bersatu, elektabilitas seorang incumbent yang sangat perkasa menyerupai Ahok pun, sanggup diporakporandakan. Ahok ketika itu mempunyai elektabilitas selalu di atas angka 50 persen saja sanggup tumbang. Apalagi jikalau angkanya lebih rendah. Makara konsolidasi umat semenjak dini harus dicegah.

Tanda-tanda bahwa konsolidasi umat terus menguat sanggup terlihat dari Reuni Alumni 212 dan Aksi Bela Palestina. Jutaan orang sanggup dikumpulkan, cukup dengan seruan via media sosial.

Begitu pula halnya dengan bubarnya pasangan Deddy Mizwar-Achmad Syaichu di Jabar. PKS, PAN dan Gerindra harus menyerah dan memenuhi tekanan simpul umat yang tidak menghendaki PKS, dan PAN berkoalisi dengan Demokrat. Partai besutan SBY itu dimusuhi alasannya ialah mendukung Perppu Ormas dan ditengarai akan mengusung Jokowi.

Motor dari banyak sekali agresi tersebut ialah Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI yang kini sudah berubah nama menjadi GNPF Ulama. Kelompok penekan ini ternyata makin solid kendati salah satu pentolannya Habib Rizieq Shihab harus mengasingkan diri ke Arab Saudi.

GNPF Ulama ini menjadi simpul umat yang sangat berpengaruh terutama di perkotaan. Namun sejauh ini mereka relatif belum berhasil masuk ke kelompok Islam tradisional, khususnya Nahdlatul Ulama (NU). Dalam beberapa kesempatan Ketua GNPF Bachtiar Nasir juga mengalami penolakan dari Banser NU.

Secara struktural Pengurus Besar (PB) NU di bawah pimpinan KH Said Agil Siroj sudah berhasil dirangkul pemerintah. Namun NU kultural banyak yang tidak sepaham dengan Said Agil dan terlibat aktif banyak sekali agresi yang dimotori GNPF.

Makara dalam peta politik makro, posisi umat Islam terbelah. Kelompok-kelompok Islam perkotaan menjadi penentang berpengaruh Jokowi. Sementara kelompok tradisional sebagian besar menjadi pendukung Jokowi.

Munculnya Abdul Somad dikhawatirkan sanggup mengubah peta. Secara tradisi maupun amaliahnya, Somad bahwasanya termasuk dalam kelompok "tradisional"

Dia dibesarkan di sekolah yang dikelola oleh Alwashliyah yang secara amaliah bersahabat dengan NU. Dia juga pernah menjadi Sekretaris Lembaga Bahtsul Masa’il NU Riau (2009-2014).

Dengan latar belakang tradisi dan amaliahnya yang sanggup disebut sebagai ahlussunnah wal jamaah (berqunut, maulid dan tahlil), menariknya Abdul Somad sangat mengagumi Presiden Turki Erdogan. Abdul Somad juga mendukung Gerakan 212, meskipun tidak pernah hadir. Dia bersuara lantang soal Palestina.

Dengan bahasa yang mudah, lucu, tapi dengan penguasaan ilmu agama yang begitu luas dan dalam, Somad menjadi da’i yang sanggup diterima di semua kalangan.

Dia juga menjadi Ustad Zaman Now yang digandrungi generasi milenial. Dia besar alasannya ialah media sosial. Ratusan ceramahnya diunggah oleh para pengagumnya di banyak sekali platform medsos, dan ditonton jutaan orang.

Dia diundang ke banyak sekali penjuru tanah air, mulai dari pengajian biasa, kelompok majelis taklim, pejabat sipil maupun militer di daerah. Somad sudah menjadi ustad berjuta umat.

Kendati lucu, tapi prinsip dan aqidah Abdul Somad sangat tegas. Dia contohnya pernah menyatakan bahwa sebagai muslim, wajib taat kepada Tuhan SWT, Rasul dan Ulil Amri (Penguasa). Namun beliau tidak hanya berhenti disitu. Dia memberi catatan penguasa yang ditaati ialah penguasa yang amanah dan adil. Tidak asal penguasa.

Somad juga sering mengingatkan pentingnya umat bersatu dalam sebuah jamaah, hanya dengan begitu, musuh-musuh Islam akan takut.

Kian membesarnya pendukung Abdul Somad inilah yang sepertinya ditakutkan oleh penguasa. Ceramahnya yang selalu dihadiri ribuan jamaah dikhawatirkan sanggup menjadi momentum konsolidasi umat.

Somad sudah menjadi solidarity maker. Dia mengambil alih kekosongan ruang umat yang membutuhkan seorang ulama yang sikap dan kata-katanya sanggup dipercaya.

Bagi kelompok yang paranoid, fenomena Abdul Somad ini sangat menakutkan. Mereka melaksanakan pendekatan "memukul", bukan "merangkul".

Pendekatan represif menyerupai pada masa Orde Baru, sudah terbukti gagal diterapkan oleh rezim ini ketika menghadapi banyak sekali Aksi Bela Islam. Bila hal itu juga diterapkan kepada Abdul Somad, dipastikan akan menemui kegagalan serupa. Perlawanan kepada penguasa akan semakin membesar. Sudah waktunya untuk berubah. [RMOL]

Share Artikel: