Makjleb! Fahira Idris: Biasanya, Kritik Para Komika Tajam Ke Atas, Menyentil Penguasa Dan Orang Mapan


[PORTAL-ISLAM.ID]  Fahira Idris selaku Ketua Komite III DPD RI sangat menyayangkan bahan lelucon yang dibawakan kedua komika yakni Joshua Suherman dan Ge Pamungkas yang terkesan mengolok-ngolok ayat Alquran. Materi lelucon dua komika yaitu diduga menyudutkan umat Islam di Indonesia.

Diakuinya, Komite III DPD RI yang juga membidangi kebudayaan dan ekonomi kreatif termasuk didalamnya juga soal kesenian bahwasanya menyambut positif lahirnya banyak komika-komika yang memberi warna gres dalam dunia hiburan terutama dunia komedi di tanah air.

“Sebuah komedi cerdas seharusnya bisa memancing tawa atau menciptakan lelucon tanpa merendahkan fisik. Sebuah komedi yang disebut-sebut humor intelektual alasannya yaitu komika harus bisa memetafora sebuah keperihatinan untuk ditertawakan gotong royong namun apa yang disampaikannya, maknanya dalam, alasannya yaitu menyentil, dan yg disentil biasanya orang-orang yang mapan atau mereka yang sedang berkuasa, dan untuk menangkap pesan itu penonton harus berpikir,” Ujar Fahira Ketua Umum Bang Japar ini.

Menurut Fahira, humor atau komedi dalam aneka macam bentuk penyampaiannya baik lewat performance, tulisan, grafis, dan video serta media lainnya merupakan salah satu sarana yang bahwasanya efektif untuk memberikan kritik sosial, bila penyampai, penutur, atau kreatornya punya pengetahuan yang cukup sebagai dasar untuk berkarya.

“Saya rasa kehadiran ‘humor rasa baru’ ini baik, alasannya yaitu memberi alternatif bagi masyarakat di tengah maraknya lelucon yang menghina fisik, plesetan atau lawakan-lawakan vulgar. Intinya saya melihat stand up comedy ini joke-jokenya berbobot dari segi bahan dan yang paling saya suka, ruang untuk memberikan pesan-pesan atau kritik sosial, selalu hadir dalam stand up comedy,” ungkap Fahira.

Para komika, lanjutnya, harus punya kejelian yang lebih dari orang kebanyakan dalam melihat situasi dan harus punya kepintaran di atas rata-rata alasannya yaitu harus bisa memberikan situasi yang digelisahkannya secara elegan dan lucu tanpa harus merendahkan orang apalagi iman orang.

“Itulah kenapa, seorang komika terlebih komika yang materinya penuh kritik sosial butuh berhari-hari mencari referensi, riset bahkan hingga turun ke situasi atau komunitas yang akan beliau jadikan bahan padahal mungkin penampilan beliau cuma 5 atau 10 menit. Tujuannya apa? Tujuannya supaya materinya faktual dan obyektif, bukan menurut sentimen eksklusif atau imajinasi pribadi,” tegasnya.

Sumber: fahiraidris.com

Share Artikel: