Buah Penerapan Syariat Islam Di Aceh


Penutuan Pak Ahmad Farhan Hamid (Pensiunan FK Unsyiah):

Pagi tadi dalam penerbangan ke Aceh dengan Batik Air, saya mendapati seluruh pramugarinya menggunakan hijab. Saya ingat-ingat, rasanya dalam penebangan tahun lalu, tidak demikian. Ada rasa bahagia, pikiran awal saya ini kebijakan perusahaan untuk menghormati penerapan syariat Islam di Aceh.

Pikiran saya bergerak ke masa lalu. Pemberontakan DI/TII Aceh tahun 1953-1961 salah satu (bukan satu-satunya) penyebabnya alasannya yaitu Soekarno ingkar janji. Sempat berjanji kepada Dawud Beureu-Eh, Aceh diberi peluang menerapkan syariat Islam sehabis Indonesia sepenuhnya merdeka. Janji itu diucapkan di awal kemerdekaan, ketika Soekarno berkunjung ke Aceh. Korban perang tak terkira. Perdamaian (Ikrar Lam Teh) melahirkan Daerah spesial Aceh, istimewa bidang agama, pendidikan, dan adat-istiadat. (Mungkin) pikiran pemimpin Aceh dan tokoh masyarakat ketika itu, inilah ruang menerapkan syariat Islam. Ternyata tak pernah terjadi, semua usaha gagal. Jakarta menolak. Gerakan Aceh Merdeka, 1976, bergotong-royong sebuah upaya melahirkan (kembali) Aceh sebagai satu bangsa dan ingin mewujudkan kedaulatan negara Aceh. Bagi sebagian besar pengikut GAM, terutama generasi yang pernah terlibat dan tahu DII/TII Aceh, impian menerapkan syariat Islam di Aceh, yaitu materi bakar yang mendorong mereka terlibat dalam gerakan yang diinisiasi oleh Allahyarham Teungku Hasan Muhammad di Tiro.

Reformasi 1998 melumat habis kekuasaan diktator Soeharto. Saya ingat almarhum Drs. Kaoy Syah, MA., salah satu anggota dewan perwakilan rakyat RI hasil Pemilu tahun 1997, periode dewan perwakilan rakyat RI masa itulah lahir UU 44 Tahun 1999 wacana Keistimewaan Aceh. Posisi legal Syariat Islam di Aceh mulai menerima ruangnya. Tetapi pasal-pasal dalam UU tersebut tidak gampang diterapkan. Sesudah Reformasi, muncul wangsit melahirkan Otonomi Khusus untuk Aceh. Selain TAP MPR, kemudian dibuat UU 18 Tahun 2001. Dalam UU ini aplikasi syariat Islam di perjelas, namun tetap kurang rinci. Lahirlah Mahkamah Syar’iyah.

Penerapan syariat Islam dilaksanakan. Muncullah “kehebohan” jawaban operasi hijab di jalan, operasi celana ketat perempuan, pelaksanaan eksekusi cambuk, dan lain-lain. Bisa dimaklumi, kita semua sedang belajar. Kini, disadari atau tidak, syariat Islam di Aceh di hormati banyak kalangan, jadinya teruslah berikhtiar biar Aceh menjadi tauladan, jangan patah semangat alasannya yaitu sindiran kritis, termasuk dari awak droe. Salah satu buah usaha Allahyarham Teungku Hasan Muhammad di Tiro yaitu orang Aceh kini sudah berani dan tegas menyampaikan dirinya BANGSA ACEH. Tidak usah khawatir wacana ke-Indonesiaan.

Saya teringat salah satu vidio Ustadz Abdul Somad dari Riau itu, kekuasaan yaitu “jalan” terbaik melaksanakan amar makruf-nahi mungkar. Lahirnya UU yang di dalamnya mengandung Pasal wacana syariat Islam itu alasannya yaitu “kekuasaan” yang di amanah kan pada orang yang memikirkan hal tersebut.

Kembali ke pramugari yang berjilbab tadi, saya tanya “berjilbab ini alasannya yaitu penerbangan ke Aceh?”, “Ya” jawabnya.

Rasanya gres ya?

"Benar pak, gres mulai tanggal 5 kemarin," jelasnya.

Saya melanjutkan, apakah ini kebijakan perusahaan?

"Bukan pak, bukan inisiatif perusahaan. Tetapi merespon undangan pemerintah Aceh. Perusahaan mendapatkan surat-el (email) dari pemerintah Aceh."

Begitulah perubahan sanggup dilakukan dengan kekuasaan. Seperti juga bangsa lain, kalau bangsa Aceh teguh dengan sesuatu (yang baik), tetap akan dihormati oleh pihak lain.

09-01-2018

__
Sumber: fb penulis


Share Artikel: