Reshuffle Kabinet, 'Ban Serep' Dan Misi 2019


[PORTAL-ISLAM.ID] Gerbong Istana bergerak. Bongkar pasang pejabat kembali dilakukan Presiden Joko Widodo di awal tahun 2018, tahun yang disebut khalayak sebagai tahunnya politik. Pada reshuffle jilid III ini, Jokowi melantik beberapa pejabat untuk mengisi jabatan-jabatan yang kosong dan pergantian pejabat setingkat menteri.

Sejumlah nama pejabat yang dilantik pada Rabu pagi, 17 Januari 2018, yaitu Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham sebagai Menteri Sosial (Mensos), menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang mundur, lantaran akan bertarung dalam pemilihan gubernur Jawa Timur 2018.

Ada nama Ketua Umum Pepabri Agum Gumelar sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), menggantikan almarhum KH Hasyim Muzadi. Agum berhak mendapat hak dan kemudahan setingkat menteri.

Kemudian, Wakil Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (Wa KSAU) Marsekal Madya Yuyu Sutisna dilantik sebagai Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia AU (KSAU), menggantikan Marsekal Tentara Nasional Indonesia Hadi Tjahjanto yang telah dilantik lebih dulu sebagai Panglima TNI. Marsdya Yuyu dinaikkan pangkatnya menjadi Marsekal TNI.

Yang mengejutkan, justru pergantian jabatan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) yang memang tak ada kekosongan jabatan. Jokowi melantik mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal (Purn) Moeldoko sebagai Kepala Staf Presiden, menggantikan Teten Masduki, yang selama ini dikenal 'orang dekat' Jokowi.

"Mengangkat saudara Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan," demikian bunyi Keputusan Presiden di Istana Negara, Rabu 17 Januari 2018. Lantas, ke mana Teten?

Meski jabatannya kini digeser Moeldoko, Teten rupanya tak diabaikan Jokowi. Saat peresmian pejabat negara termasuk Moeldoko sebagai KSP yang baru, Teten terlihat hadir. Ia, bahkan mendampingi Jokowi dikala memasuki ruang pelantikan, bersama dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Ketua DPR, Bambang Soesatyo.

Usai peresmian para pejabat negara, walau tak lagi menjabat KSP, Teten mengaku tidak ke luar Istana. Ia tetap mendapat kiprah khusus di pemerintahan. Namun, kiprah khusus itu bukan sebagai menteri, atau kepala forum negara lain.

"Saya enggak ke mana-mana. Pak Presiden minta saya lebih dekat, lantaran ada kiprah khusus," kata Teten di Istana Negara, Rabu.

Sama dengan yang dikatakan Teten, Menteri Sekretaris Negara Pratikno juga bilang Presiden ingin Teten mengemban tugas-tugas khusus.
Terkait posisi Teten, Presiden Jokowi menegaskan, mantan pencetus antikorupsi itu akan tetap berada di dekatnya. Tugas khusus bagi Teten, yakni menjadi koordinator para staf khusus yang dimiliki Presiden.

"Pak Teten kini ada di erat saya setiap hari, di koordinator staf khusus, setiap hari harus ada di erat saya," kata Jokowi, dalam keterangan persnya di Istana Negara, Jakarta, Rabu 17 Januari 2018.

Untuk jabatan Menteri Sosial, Jokowi mempercayakan kepada Idrus Marham untuk menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang ingin fokus menghadapi Pilkada Jatim 2018. Presiden mengabulkan pengunduran diri Khofifah sebagai menteri, biar berkonsentrasi di Jawa Timur, sehingga tugasnya di Kemensos pribadi ada yang meng-handle total.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini yakin, politikus Partai Golkar itu bisa menggantikan Khofifah, melanjutkan kegiatan pemerintah di Kemensos. Jokowi menolak memperlihatkan alasannya menunjuk Idrus Marham di posisi Mensos. Ia percaya Idrus Marham yaitu sosok yang sempurna untuk posisi yang tengah lowong tersebut.  "Ya, lantaran cocok saja. Cocok di situ Pak Idrus," tegas Presiden.

Sementara itu, mengenai penunjukan Moeldoko sebagai KSP dan Agum Gumelar menjadi anggota Wantimpres, Jokowi mengatakan, ada banyak pertimbangan kenapa menentukan dua purnawirawan jenderal Angkatan Darat itu sebagai pembantunya.

"Saya kira, banyak lah saya kira pertimbangan, semua apa yang kita putuskan ini sudah melalui pertimbangan yang panjang, kalkulasi perhitungan yang panjang ya," ujar Jokowi.
Presiden menilai, masuknya Moeldoko dan Agum Gumelar ke bulat Istana sebagai hal yang bagus.

Target 2019

Pengamat politik, Syarwi Pangi Chaniago menilai, reshufflekabinet Jokowi-JK jilid III ini merupakan seni administrasi dalam mengamankan Pemilu Presiden 2019. Mempertahankan Airlangga di kabinet memperlihatkan inskonsistensi perilaku dari Jokowi ,terkait dengan komitmennya dikala pertama kali dilantik sebagai Presiden RI.

Walaupun Jokowi berdalih mempertahankan Airlangga di kabinet, murni lantaran urusan waktu menjabat yang singkat. Ia menilai, alasan menyerupai itu akan patah dengan sendirinya. Terlebih, Airlangga yaitu ketua umum Partai Golkar yang punya nilai strategis dalam misi Jokowi di Pilpres 2019.

Merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak uji bahan Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait Pemilihan Umum. MK menolak ambang batas presiden nol persen menyerupai diajukan pemohon, dan menyatakan parliamentary treshold 20 persen tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Konsekuensinya, partai politik atau adonan partai politik harus mengantongi 20 persen bangku dewan perwakilan rakyat atau 25 persen bunyi sah nasional untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres pada Pilpres 2019.

Sementara itu, terkait masuknya Idrus Marham dan Moeldoko di bulat Presiden, berdasarkan Pangi, semakin mengukuhkan kepentingan Jokowi di 2019. Moeldoko yang basisnya militer, diperlukan bisa menandingi potensi calon lainnya dari kalangan militer. "Kalau nanti muncul calon lawan dari militer, Moeldoko hanya memecah dari bunyi yang pro militer," ujar Pangi kepada VIVA, Rabu 17 Januari 2018.

Idrus Marham, lanjutnya, juga punya pos penting di kabinet. Mensos dinilai Pangi, punya banyak kegiatan yang bersentuhan pribadi dengan masyarakat. Mensos merupakan salah satu menteri yang mempunyai korelasi untuk pertumbuhan elektoral Jokowi di 2019. Program-program pengentasan kemiskinan yang digaungkan Mensos, otomatis menjadi insentif elektoral Jokowi.

"Reshuffle ini saya liat basisnya bukan kinerja, lebih kepada mengakomodir, mengamankan Jokowi (di 2019), mengamankan semua itu biar loyalitasnya hanya pada Jokowi," kata Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. ini

Sementara itu, Ketua DPP PDIP, Hendrawan Supratikno tidak mempersoalkan bertambahnya jatah bangku menteri untuk Partai Golkar. PDIP menganggap reshuffle, atau perombakan kabinet yaitu hak prerogatif presiden. "Itu sebabnya, tidak perlu dipersoalkan menyerupai itu," kata Hendrawan di Gedung dewan perwakilan rakyat RI, Rabu.

Lebih jauh, Hendrawan mengakui, masuknya Partai Golkar dalam jajaran kabinet akan semakin memperkuat koalisi Jokowi pada 2019 nanti. Apalagi, Partai Golkar sebagai partai pendukung yang besar sehabis PDIP.

Golkar pada Pemilu 2014 lalu, memperoleh bunyi kedua terbanyak sehabis PDIP, yakni 18.432.312 bunyi nasional atau 14,75 persen. Adapun PDIP di urutan pertama, dengan 23.681.471 bunyi nasional atau 18,95 persen. Hadirnya Partai Golkar akan menambah kekuatan koalisi partai pendukung Jokowi di 2019.

Apalagi, Golkar semenjak awal mendukung Jokowi sebagai calon Presiden 2019 dan menargetkan kemenangan untuk Jokowi dengan siapapun pasangannya lebih dari 65 persen.

"Itu sebabnya, meski pun kontribusinya boleh dikatakan di pemilu presiden (2014) kan tidak ada, lantaran di pihak yang lain. Jadi, saya kira pertimbangan itu, soliditas kolaborasi partai-partai pendukung," kata Hendrawan.

Sedangkan alasan Jokowi menentukan Moeldoko sebagai pembantunya, lantaran dinilai Hendrawan mempunyai kelebihan menyerupai jaringan yang kuat. Ditambah lagi tegas, tak plin-plan, dan disiplin. Ia pun meminta, biar diberikan kesempatan pada Moeldoko untuk membantu kerja-kerja Presiden.

"Jenderal di Tentara Nasional Indonesia itu sama menyerupai profesor di sekolah tinggi tinggi. Jadi, artinya jika saya di tentara , mungkin juga jenderal ini lantaran atribut dari profesi masing-masing," kata Hendrawan.

Hendrawan menganggap masuk akal kehadiran Moeldoko di Istana menjadikan tafsir seolah Jokowi ingin merangkul kalangan militer. "Yang tidak masuk akal jika beliau tidak dekat. Sama kayak dosen jika enggak erat sama perpus atau mahasiswa atau apa, ya enggak wajar," kata Hendrawan. 

Sumber: Viva
Share Artikel: