Anis Matta: 3 Belakang Layar Pasukan Kecil Dapat Mengalahkan Pasukan Besar


Oleh: Anis Matta
(Disampaikan dalam Khutbah Jum'at di di Masjid Jami’ Al Ula, Kampung Baru, Balikpapan, 2 Maret 2018)

Surat terpanjang di dalam Quran ialah Surat Albaqarah. Dari ayat ke 41 dan seterusnya, surat ini bercerita perihal kehidupan Bani Israil. Dan di antara potongan kisah dalam sejarah Bani Israil yang diceritakan di dalam suratul Baqarah ini ialah pengalaman jatuh-bangun, menang-kalah, dalam kehidupan Bani Israil.

Salah satu momentum yang paling berat dalam kehidupan mereka sesudah mereka eksodus dari Mesir ke Palestina ialah bahwa mereka selalu kalah dalam semua peperangan-peperangan yang mereka hadapi. Kabilah atau kerajaan yang selalu mengalahkan mereka yang disebutkan di dalam sejarah ialah sosok raksasa. Karena itu, simbolisasi dari insan yang disebut raksasa dalam sejarah itu ialah Jalut.

Bani Israil ini sudah tidak lagi bisa melawan dan mereka terus kalah dalam banyak sekali pertempuran. Termasuk di dalam riwayat yang disebutkan ialah tolong-menolong tabut yang mereka miliki, yang merupakan sumber keterangan mereka, yang diturunkan Yang Mahakuasa kepada mereka, yang dulu di zaman Nabi Musa selalu menjadi simbol keterangan dan ketenangan di dalam peperangan yang mereka hadapi itu dirampas oleh [musuh] mereka.

Karena itu, para elite Bani Israil memohon kepada nabi mereka pada waktu itu yang berjulukan Samuel biar Yang Mahakuasa menurunkan kepada mereka seorang raja. “Mintalah kepada Yang Mahakuasa supaya engkau mengutus seorang raja bagi kami; raja yang akan memimpin pertempuran menghadapi pasukan [raksasa].”

Dan doa mereka ini dikabulkan. Lalu Yang Mahakuasa SWT mengangkat seorang raja di antara mereka yang berjulukan Thalut untuk memimpin pertempuran ini. Thalut pun memimpin pertempuran ini bersama 80 ribu pasukannya. Sebuah sungai yang membatasi Palestina dan Yordania itu ialah rute yang akan mereka lalui. Dan Thalut berpesan kepada tentaranya, “Nanti kalau kalian menikmati sungai itu, jangan ada yang minum dari sungai itu kecuali hanya sekedar untuk membasahi mulut.”

Kenyataannya, berdasarkan riwayat, 76 ribu dari pasukan ini minum yang banyak dari sungai ini. Dan alasannya itu, dikala mereka mulai berhadapan dengan pasukan Jalut, mereka mengatakan, “Wahai Raja, kita tidak bisa menghadapi Jalut dan pasukannya yang begitu besar.”

Saat ketakutan itu memuncak dan pasukan sudah saling berhadapan, Jalut berteriak kasar, “Siapa yang akan maju menantang saya?”

Ada seorang anak muda yang sebenarnya diutus oleh bapaknya untuk memperlihatkan laporan perihal tiga saudaranya yang ikut dalam pertempuran ini. Tapi begitu beliau melihat Jalut berdiri menantang dan tidak melihat satu pun prajurit yang berani menantang, beliau menghampiri Thalut dan berkata, “Kalau saya bisa membunuh Jalut itu, saya sanggup apa?”

Maka Thalut mengatakan, “Yang bisa membunuh Jalut akan saya nikahkan dengan putriku dan kuikutkan di dalam kerajaan, dan kuberikan baginya sebagian dari harta kerajaan.”

Lalu cowok ini (Daud) pun maju dan mengambil beberapa buah kerikil dari kantongnya, kemudian melempar kerikil itu kepada Jalut dan sempurna mengenai jidatnya, dan seketika Jalut tersungkur jatuh dan mati. Lalu kemudian, Daud tiba kepada Jalut dan mengambil pedangnya, dan menyembelih leher [Jalut] dengan pedang itu.

Setelah itu, pasukan Bani Israil bergerak maju, mendapat keberanian yang luar biasa, dan tiba-tiba mereka semuanya memenangkan pertempuran dengan izin Yang Mahakuasa SWT.

“Dan berkatalah orang yang yakin bahwa mereka nanti akan bertemu dengan Allah, ‘Berapa banyak pasukan kecil yang bisa mengalahkan pasukan besar dengan ridha(?)’.

Kita seringkali mendengarkan kisah itu, tapi tidak pernah mengerti benar mengambil pelajaran dari kisah itu.

Kemenangan ini ada penjelasannya. Yang pertama, kekuatan spiritual. Dalam iktikad kita, sebesar-besarnya manusia, beliau tetap saja insan dan bukan Tuhan. Dan alasannya itu beliau tidak mengendalikan jalannya insan dan tidak memilih hidup-mati seseorang. Dia punya satu nyawa, kita punya satu nyawa. Dan yang punya hak untuk mencabut nyawa itu hanya satu, yaitu Yang Mahakuasa SWT. Oleh alasannya itu, tatkala mereka menghadapi pasukan Jalut dan kendaraannya itu, [mereka berdoa] “Ya Allah, beri kami kesempatan dan tegangkan, teguhkan kaki kami. Pendirian kami. Dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir ini.”

Kunci dari kekuatan spiritual ini yang pertama ialah kesabaran. Dan itu berarti daya tahan. Yang kedua ialah ketabahan. Mampu hidup dalam tekanan dalam waktu yang lama. Hidup dalam ketakutan dalam waktu yang lama. Hidup dalam tekanan dalam waktu yang lama. Dan itu ialah tawakkal terhadap Yang Mahakuasa SWT. Itulah diam-diam yang pertama.

Rahasia yang kedua ialah keunggulan kreativitas. Kita melihat tolong-menolong Daud ini badannya jauh lebih kecil daripada Jalut. Pedangnya Jalut terlalu besar untuk dihadapi Nabi Daud. Pasukannya juga terlalu besar. Dan yang dimiliki oleh Daud ialah beberapa buah kerikil saja. Tapi yang dimaksud dengan keunggulan kreatif ialah (dan ini yang ditemukan orang dalam seni administrasi perang) jangan pernah bertempur di medan tempur yang dikuasai oleh musuhmu. Jangan pernah bertempur di medan tempur di mana senjata yang paling ampuh ialah senjata yang dimiliki musuhmu. Bertempurlah di medan tempur yang kau rasa, kau lebih menguasai medan tempur itu. Gunakanlah senjata yang kau miliki pada titik kelemahan yang dimiliki oleh musuhmu itu. Jalut tidak pernah berpikir bahwa beliau akan menghadapi batu, bukan pedang. Jalut tidak pernah berpikir bahwa beliau akan menghadapi anak remaja, bukan orang yang sebesar dia. Dan alasannya itu beliau tidak pernah tahu kelemahan senjata yang beliau gunakan.

Daud memperkirakan itu dengan tepat. Kalau saya bertempur pakai pedang, saya niscaya kalah. Kalau saya bergulat, saya niscaya kalah. Tapi kalau saya menjaga jarak dengan beliau dan memakai batu, kerikil bisa efektif dalam membunuh dia. Dan itulah yang terjadi. Itu inovasi. Itu kecerdasan. Dan itulah yang dilakukan oleh Daud. Jadi, beliau menciptakan jumlah yang besar itu menjadi tidak relevan.

Kita seringkali berpikir bahwa kalau pasukan sedikit melawan [pasukan] besar, biar Yang Mahakuasa sendiri yang akan menolong dengan cara-Nya. Tapi selalu ada cara-cara maksimal untuk menjelaskan itu. Dan ini ialah penjelasannya, bahwa ia menggunakan senjata yang dimiliki sempurna pada target berupa sentra kelemahan lawan. Ini ialah rahasianya. Jumlah yang banyak dan jumlah yang kecil bukan faktor yang memilih dalam pertempuran. Sarana yang banyak, persenjataan yang banyak, bukan faktor yang memilih dalam pertempuran.

Sekarang kita mengenal satu teori yang menyampaikan tolong-menolong kalau sarana yang dimiliki seseorang, akomodasi yang dimiliki seseorang, melebihi kebutuhannya, maka sarananya akan menjadi sumber masalah. Jika sarana yang kita mempunyai sesuai kebutuhan kita untuk mencapai tujuan maka sarana itu biasanya efektif mendorong kita mencapai tujuan.

Inilah yang menjelaskan, mengapa kaum muslimin waktu jumlahnya masih sedikit bisa mengalahkan Persia dan Romawi dan dikala jumlah mereka banyak, kekayaan mereka banyak, mereka kalah dalam perang melawan bangsa Tartar dan kalah dalam Perang Salib. Teori ini yang menjelaskan itu, bahwa kekayaan mereka melampaui kebutuhan mereka, akomodasi dan sarana mereka melampaui kebutuhan mereka. Ketika semuanya melampaui itu, maka kekayaan, fasilitas, dan sumber daya itu menjadi duduk kasus dan bukan menjadi menyerupai supporting system atau alat pendukung untuk mencapai kemenangan yang ingin kita raih.

Inilah tiga klarifikasi perihal mengapa pasukan kecil bisa mengalahkan pasukan besar.

___
*Sumber: dari fb Anis Matta


Share Artikel: