Hukum Menggunakan Cadar, Dalam Pandangan Nu


[PORTAL-ISLAM.ID] Umat Islam di tanah air dikagetkan dengan informasi kebijakan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang akan memecat mahasiswi yang bercadar.

UIN Yogyakarta Akan Pecat Mahasiswi yang Pakai Cadar
https://www.viva.co.id/berita/nasional/1013094-uin-yogyakarta-akan-pecat-mahasiswi-yang-pakai-cadar

UIN Yogya: Dibina Tetap Bergeming, Mahasiswi Bercadar Diminta Mundur
https://news.detik.com/jawatengah/3899058/uin-yogya-dibina-tetap-bergeming-mahasiswi-bercadar-diminta-mundur

Dari informasi ini, pelarangan mahasiswi bercadar dengan alasan (seperti yang disampaikan Rektor):

- UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta merupakan sekolah tinggi tinggi negeri sehingga harus bangun sesuai Islam yang moderat atau Islam nusantara.

- Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yudian Wahyudi menjelaskan pihaknya mengambil kebijakan ini alasannya ialah belakangan ini marak berkembang ideologi radikal yang tidak sesuai dengan esensi Islam dan budaya keislaman di Indonesia.

Bagaimana sebetulnya Hukum Memakai Cadar?

Persoalan menggunakan cadar ialah kasus khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan 4 madzhab.

Pendapat yang mu’tamad (pendapat yang dijadikan pegangan) dalam madzhab Syafi’i ialah bahwa aurat perempuan dalam konteks yang berkaitan dengan pandangan pihak lain (al-ajanib) ialah semua badannya termasuk kedua telapak tangan dan wajah. Konsekuensinya ialah ia wajib menutupi kedua telapak tangan dan menggunakan cadar untuk menutupi wajahnya.

Kami sajikan pembahasan "Hukum Memakai Cadar" dalam pandangan NU ibarat yang dipublis di situs resmi NU pada 20 April 2016.

Link: http://www.nu.or.id/post/read/67452/hukum-memakai-cadar

Hukum Memakai Cadar

Assalamu ‘alaikum wr.wb.
Saya Andri Hermawan (24). Saya ingin menerima klarifikasi dari NU Online ihwal aturan perempuan menggunakan cadar. Ada klarifikasi ihwal aturan aurat oleh Imam Syafi’i bahwa perempuan wajib menutup seluruh tubuh termasuk muka saat bersama pria bukan mahram. Sementara ada keterangan lain yang menjelaskan bahwa cadar bukanlah fatwa Islam. Saya mohon penjelasannya. Terima kasih.Wassalamu ‘alaikum wr.wb. (Andri Hermawan/Magelang).

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, biar selalu dirahmati Tuhan swt. Persoalan menggunakan cadar (niqab) bagi perempuan sebetulnya ialah kasus yang masih diperselisihkan oleh para pakar aturan Islam. Karena keterbatasan ruang dan waktu kami tidak akan menjelaskan secara detail mengenai perbedaan tersebut. Kami hanya akan menyuguhkan secara global sebagaimana yang didokumentasikan dalam kitab Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah.

Menurut madzhab Hanafi, di zaman kini perempuan yang masih muda (al-mar`ah asy-syabbah) tidak boleh membuka wajahnya di antara laki-laki. Bukan alasannya ialah wajah itu termasuk aurat, tetapi lebih untuk menghindari fitnah.

فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ ( الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ ) إِلَى أَنَّ الْوَجْهَ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ ، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ عَوْرَةً فَإِنَّهُ يَجُوزُ لَهَا أَنْ تَسْتُرَهُ فَتَنْتَقِبَ ، وَلَهَا أَنْ تَكْشِفَهُ فَلاَ تَنْتَقِبَ .قَال الْحَنَفِيَّةُ : تُمْنَعُ الْمَرْأَةُ الشَّابَّةُ مِنْ كَشْفِ وَجْهِهَا بَيْنَ الرِّجَال فِي زَمَانِنَا ، لاَ لِأَنَّهُ عَوْرَةٌ ، بَل لِخَوْفِ الْفِتْنَةِ 

Artinya, “Mayoritas fuqaha (baik dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) beropini bahwa wajah bukan termasuk aurat. Jika demikian, perempuan boleh menutupinya dengan cadar dan boleh membukanya. Menurut madzhab Hanafi, di zaman kita kini perempuan muda (al-mar`ah asy-syabbah) tidak boleh mengatakan wajah di antara laki-laki. Bukan alasannya ialah wajah itu sendiri ialah aurat tetapi lebih alasannya ialah untuk mengindari fitnah,” (Lihat Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, juz XLI, halaman 134).

Berbeda dengan madzhab Hanafi, madzhab Maliki menyatakan bahwa makruh hukumnya perempuan menutupi wajah baik saat dalam shalat maupun di luar shalat alasannya ialah termasuk perbuatan berlebih-lebihan (al-ghuluw).

Namun di satu sisi mereka beropini bahwa menutupi dua telapak tangan dan wajah bagi perempuan muda yang dikhawatirkan menimbulkan fitnah, saat ia ialah perempuan yang manis atau dalam situasi banyak munculnya kebejatan atau kerusakan moral.

وَقَال الْمَالِكِيَّةُ : يُكْرَهُ انْتِقَابُ الْمَرْأَةِ - أَيْ : تَغْطِيَةُ وَجْهِهَا ،وَهُوَ مَا يَصِل لِلْعُيُونِ - سَوَاءٌ كَانَتْ فِي صَلاَةٍ أَوْ فِي غَيْرِهَا ، كَانَ الاِنْتِقَابُ فِيهَا لِأجْلِهَا أَوْ لاَ ، لِأَنَّهُ مِنَ الْغُلُوِّ.وَيُكْرَهُ النِّقَابُ لِلرِّجَال مِنْ بَابِ أَوْلَى إِلاَّ إِذَا كَانَ ذَلِكَ مِنْ عَادَةِ قَوْمِهِ ، فَلاَ يُكْرَهُ إِذَا كَانَ فِي غَيْرِ صَلاَةٍ ، وَأَمَّا فِي الصَّلاَةِ فَيُكْرَهُ .وَقَالُوا : يَجِبُ عَلَى الشَّابَّةِ مَخْشِيَّةِ الْفِتْنَةِ سَتْرٌ حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ إِذَا كَانَتْ جَمِيلَةً ، أَوْ يَكْثُرُ الْفَسَادُ.

Artinya, “Madzhab Maliki beropini bahwa dimakruhkan perempuan menggunakan cadar—artinya menutupi wajahnya hingga mata—baik dalam shalat maupun di luar shalat atau alasannya ialah melaksanakan shalat atau tidak alasannya ialah hal itu termasuk hiperbola (ghuluw). Dan lebih utama cadar dimakruhkan bagi pria kecuali saat hal itu merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya, maka tidak dimakruhkan saat di luar shalat. Adapun dalam shalat maka dimakruhkan. Mereka menyatakan bahwa wajib menutupi kedua telapak tangan dan wajah bagi perempuan muda yang dikhawatirkan sanggup menimbulkan fitnah, apabila ia ialah perempuan yang cantik, atau maraknya kebejatan moral,” (Lihat Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, juz, XLI, halaman 134).

Sedangkan di kalangan madzhab Syafi’i sendiri terjadi silang pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa menggunakan cadar bagi perempuan ialah wajib. Pendapat kedua ialah sunah, sedang pendapat ketiga ialah khilaful awla, menyalahi yang utama alasannya ialah utamanya tidak bercadar.

وَاخْتَلَفَ الشَّافِعِيَّةُ فِي تَنَقُّبِ الْمَرْأَةِ ، فَرَأْيٌ يُوجِبُ النِّقَابَ عَلَيْهَا ، وَقِيل : هُوَ سُنَّةٌ ، وَقِيل : هُوَ خِلاَفُ الأَوْلَى

Artinya, “Madzhab Syafi’i berbeda pendapat mengenai aturan menggunakan cadar bagi perempuan. Satu pendapat menyatakan bahwa aturan mengenakan cadar bagi perempuan ialah wajib. Pendapat lain (qila) menyatakan hukumnya ialah sunah. Dan ada juga yang menyatakan khilaful awla,” (Lihat Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, juz, XLI, halaman 134).

Poin penting yang ingin kami katakan dalam goresan pena ini ialah bahwa duduk masalah aturan menggunakan cadar bagi perempuan ternyata merupakan duduk masalah khilafiyah. Bahkan dalam madzhab Syafi’i sendiri yang dianut secara umum dikuasai orang NU terjadi perbedaan dalam menyikapinya.

Meskipun harus diakui bahwa pendapat yang mu’tamad (pendapat yang dijadikan pegangan) dalam dalam madzhab Syafi’i ialah bahwa aurat perempuan dalam konteks yang berkaitan dengan pandangan pihak lain (al-ajanib) ialah semua badannya termasuk kedua telapak tangan dan wajah. Konsekuensinya ialah ia wajib menutupi kedua telapak tangan dan menggunakan cadar untuk menutupi wajahnya.

أَنَّ لَهَا ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ عَوْرَةٌ فِي الصَّلَاِة وَهُوَ مَا تَقَدَّمَ، وَعَوْرَةٌ بِالنِّسْبَةِ لِنَظَرِ الْاَجَانِبِ إِلَيْهَا جَمِيعُ بَدَنِهَا حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ

“Bahwa perempuan mempunyai tiga aurat. Pertama, aurat dalam shalat dan hal ini telah dijelaskan. Kedua aurat yang terkait dengan pandangan orang lain kepadanya, yaitu seluruh badannya termasuk wajah dan kedua telapak tangannya berdasarkan pendapat yang mu’tamad...” (Lihat Abdul Hamid asy-Syarwani, Hasyiyah asy-Syarwani, Bairut-Dar al-Fikr, juz, II, h. 112)

Namun berdasarkan ekonomis kami, pendapat yang menyatakan wajib menggunakan cadar bagi perempuan bila dipaksakan di Indonesia akan mengalami banyak kendala. Toh faktanya kasus cadar ialah kasus yang diperselisihkan oleh para fuqaha`. Dan NU sendiri bukan hanya mengakui madzhab syafi’i tetapi juga mengakui ketiga madzhab fikih yang lain, yaitu hanafi, maliki, dan hanbali.

Kaprikornus yang diharapkan ialah kearifan dalam melihat perbedaan pandangan ihwal cadar. Menurut ekonomis kami, perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dipertentangkan dan dibenturkan. Tetapi harus dibaca sesuai konteksnya masing-masing.

Demikian tanggapan singkat yang sanggup kami kemukakan. Semoga sanggup dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk mendapatkan saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Wassalamu’alaikum wr. wb

(Mahbub Ma’afi Ramdlan)


Share Artikel: