Orang-orang itu ada empat macam, Guru Gembul ini model orang ke-4

Menyikapi banyaknya orang yang ngawur bicara agama Orang-orang itu ada empat macam, Guru Gembul ini model orang ke-4
Sok Tahu

Menyikapi banyaknya orang yang ngawur bicara agama. Bicara sok tahu tentang Islam dan pemahaman Islam tanpa referensi yang bisa dipertanggungjawabkan, seperti MG dan GG yang cukup viral. 

Kiranya cocok bagi kita untuk merenungkan perkataan Khalil bin Ahmad Al-Farohidi (100-173 H) rahimahullah, seorang pakar bahasa Arab dan peletak ilmu Arudh. 

الْخَلِيلَ بْنَ أَحْمَدَ يَقُولُ : «الرِّجَالُ أَرْبَعَةٌ رَجُلٌ يَدْرِي ويَدْرِي أَنَّهُ يَدْرِي فَذَلِكَ عَالِمٌ فَاتَّبِعُوهُ وَسَلُوهُ، وَرَجُلٌ لَا يَدْرِي ويَدْرِي أَنَّهُ لَا يَدْرِي فَذَلِكَ جَاهِلٌ فَعَلِّمُوهُ، وَرَجُلٌ يَدْرِي وَلَا يَدْرِي أَنَّهُ يَدْرِي فَذَلِكَ عَاقِلٌ فَنَبِّهُوهُ، وَرَجُلٌ لَا يَدْرِي وَلَا يَدْرِي أَنَّهُ لَا يَدْرِي فَذَلِكَ مَائِقٌ فَاحْذَرُوهُ»

Khalil bin Ahmad berkata : "Orang-orang itu ada empat macam :

1. Orang yang tahu dan dia tahu bahwa dia tahu, itulah orang berilmu, ikutilah ia dan bertanyalah kepadanya.

2. Orang yang tidak tahu dan ia tahu bahwa dia tidak tahu, itulah orang yang bodoh, maka ajarilah ia.

3. Orang yang tahu dan ia tidak tahu bahwa ia tahu, itulah orang berakal (yang lalai), maka sadarkanlah ia.

4. Orang yang tidak tahu dan dia tidak tahu bahwa ia tidak tahu, itulah orang yang bodoh keterlaluan (berlapis), maka berhati-hatilah darinya.

(Ibnu Abdi-l Bar, Jami' Bayan-l Ilmi wa fadhlihi, 2/820).

Dalam ilmu ushul fiqih selalu dibahas mengenai tingkatan ilmu, yang paling bawah itu adalah jahl (bodoh) 0%, dan ia ada dua macam. Jahl basith (bodoh biasa/sederhana), artinya tidak mengetahui ilmu terhadap sesuatu sama sekali, ini yang termasuk tipe kedua dari klasifikasi Khalil bin Ahmad di atas. Kedua, jahl murokkab (bodoh berlapis/keterlaluan), inilah yang termasuk tipe keempat, yaitu orang yang sok tahu, tidak tahu tapi merasa diri tahu, padahal pengetahuannya itu salah total alias ngawur. 

Makanya kita perlu mengukur kapasitas diri. Jangan bicara tentang suatu hal atau suatu bilang ilmu tanpa didasarkan pada referensi yang bisa dipertanggungjawabkan. 

Maka seperti perkataan Umar bin Abdul Aziz, sang khalifah rasyidah yang kelima, yang memberi nasihat kepada anaknya:

رَحِمَ اللَّهُ امْرَأً عَرَفَ قَدْرَ نَفْسِهِ

"Semoga Allah merahmati seseorang yang mengetahui kapasitas dirinya" (Tafsir Al-Qurthubi, 10/89, Hilyatul Auliya, Abu Nu'aim, 5/305).

Karena orang yang berbicara tidak sesuai kapasitasnya, tidak sesuai bidangnya akan mendatangkan keanehan-keanehan. 

Seperti yang dikatakan oleh imam Ibnu Hajar Al-'Asqalani, sang ahli hadits :

وَإِذَا تَكَلَّمَ الْمَرْءُ فِي غَيْرِ فَنِّهِ أَتَى بِهَذِهِ الْعَجَائِبِ

"Apabila seseorang berbicara pada bukan bidang keahliannya, maka ia akan membawa keanehan-keanehan ini". (Fathul Bari, 3/584).

Wallahul Muwaffiq. 

(Muhammad Atim)

Share Artikel: