Musibah bencana Alam sebagai peringatan Tuhan

 tapi juga harus menjadikan musibah bencana Alam sebagai peringatan Tuhan Musibah bencana Alam sebagai peringatan Tuhan
Orang beriman itu, menurut saya bukan hanya boleh, tapi juga harus menjadikan musibah bencana Alam sebagai peringatan Tuhan. Itu secara umum. 

Perkara detail dalam musibah itu ada orang jahat dan baik, itu konteks lain. 

Jangan khawatir, bagi mukmin sudah dibuat koridor point of viewnya juga. 

Saat ditanya bagaimana kalau dalam bencana itu ada orang baik (apakah sama juga dianggap dihukum?), Rasulullah SAW menjawab “semua akan dibangkitkan sesuai amalnya”. (Hadits ke-2 Riyadush Sholihin)

Ya, kalau dibahas detail orang per-orang jelas variatif antara azab, peringatan, atau ujian. 

Dalam bencana azab pasukan Abrahah misal, atau ditenggelamkannya kaum nabi Nuh, mungkin saja secara “hukum alam” ada orang sholeh di daerah situ juga terkena. 

Menyebut musibah-musibah itu sebagai peringatan atau bahkan azab, bukan berarti mengabaikan atau memvonis buruk orang-orang baik sekitar area kejadian yang terkena dampaknya. 

Begitu bahasa Al-Quran menyebutkan terkait berbagai bencana alam ummat terdahulu. 

Yang hendak diambil adalah sisi introspektifnya. Ya jelas dong, kan Al-Quran bukan kitab sains. Bukan buku mitigasi kebencanaan. Dia bimbingan cara membangun relasi kita dengan Tuhan. Yang bagi orang tak punya iman, memang bukan hal penting sih. 

Jadi kalau ada orang mengemukakan konteks pandangan imannya, tak usah terlalu baper. Biasa saja. 

Satu lagi. Bukan berarti ketika seorang pemuka agama menyampaikan bahwa bencana alam sebagai peringatan, berarti ia tidak peduli dan tidak ikut turun tangan membantu. 

Harus dibedakan, mana posisi mereka saat menjalankan etika ubudiyah, mana juga saat mereka menjalankan etika muamalah. 

Etika ubudiyah menuntut mereka harus selalu muhasabah. Intropeksi. 

Sedangkan etika muamalah, mereka juga dituntut untuk memberi kepedulian. 

Dua-duanya tidak saling menegasikan. 

Bahkan kalau didorong iman, keduanya berjalan beriringan. Saling menguatkan. Tidak ada motif dunia, tidak ada cerita korupsi bansos, tidak sunat anggaran. Keluar uang dan aset pribadi untuk kemanusian iya. Sering.

(Oleh: Heri Latief)

Share Artikel: