Rp 2,4 Milyar per bulan. Masyallah tabarakallah

Dingin pagi usai Subuh di kota Madinah masih tetap menusuk saat sekitar  Rp 2,4 Milyar per bulan. Masyallah tabarakallah
2,4 Milyar per bulan. Masyallah tabarakallah....

Dingin pagi usai Subuh di kota Madinah masih tetap menusuk saat sekitar 3000 lebih mahasiswa duduk mengantri di dalam tiga lapangan besar futsal ini.

Jadi setiap hari Senin awal bulan (awal bulan Hjiriyah) mereka akan menghadiri momen ini.

Ternyata ada pembagian fulus dari seorang dermawan untuk seluruh mahasiswa di Madinah, dari kampus manapun, baik dari UIM, kuliah masjid Nabawi, atau kampus lain. Dari wajah-wajah yang ada tadi, para mahasiswa berasal dari beragam negara semisal Indonesia, China, Pakistan, Inggris, Malaysia, Thailand, dan negara lainnya termasuk negara-negara benua Afrika. 

Jadi syaikh Fulan, si penderma ini, rutin membagikan 150 riyal (Rp 600.000) per bulan per mahasiswa. Untuk Ramadhan ini 200 riyal (Rp 800.000).

Ini program dan dana pribadi, bukan dari kampus atau negara.
Dingin pagi usai Subuh di kota Madinah masih tetap menusuk saat sekitar  Rp 2,4 Milyar per bulan. Masyallah tabarakallah
Iseng ngitung:

3000 mahasiswa x Rp 800.000 = Rp 2.400.000.000 (Rp 2,4 milyar)

Berarti setidaknya 2,4 milyar rupiah per bulan ia bagikan untuk para penuntut ilmu. Fantastis sekali ya.

2,4 M itu, andai kita nabung 1 juta per bulan, nominal ini akan dicapai setelah nabung selama 200 tahun. 

Prinsip orang sini adalah memberi. Pokoknya bagaimana caranya agar bisa sedekah dan sedekah. 

Seorang tetangga yang merupakan muadzin masjid sebelah begitu rutin setiap usai Dzuhur hari Senin dan Kamis membagikan nasi kotak. Banyak sekali yang ngantri. Tetangga lain, setiap Senin Kami menyiapkan menu buka puasa rutin di halaman kedainya. Ramadhan ini beliau menyediakan menu buka puasa setiap hari. Ratusan orang rata-rata asal India Pakistan Bangladesh ikut buka puasa. 

Sudah maruf dan maklum pastinya ya bhw mereka ini suka sedekah.

Jiwa pecinta sedekah akan berbeda dengan jiwa korup. Sedekah itu memberi, sementara korupsi itu merauk, mengambil yang bukan hak. Kalau pun memberi, itu hanya hiasan. Gaji sekian M per bulan ternyata tidak cukup sehingga harus korupsi sekian ratus triliyun. Kondisi negeri kita mengerikan. Sumber daya alam Indonesia melimpah namun kemakmuran hanya bisa diraih pejabat, bukan rakyat jelata. Rakyat jelata semakin diperas. Betul kata seorang tokoh, mesti ada hukuman jera bagi koruptor sekaligus asetnya dirampas. Harta negara jadinya terjaga. 

Jika seorang rakyat jelata menipu tetangganya, mudharat terbatas pada seorang dua orang saja. Tapi jika yang dzalim dan penipu adalah pejabat, apalagi geng para pejabat, mudharat yang ada merata untuk rakyat jelata. 

Orang Saudi bikin kita geleng kepala karena sedekahnya yang fantastis; sementara oknum pejabat kita bikin geleng kepala karena korupsinya yang fantastis. Sama-sama bikin geleng tapi memang beda kelas.

Btw, teriring doa untuk Indonesia kita tercinta, semoga Allah memperbaiki apapun itu. Semoga Allah perbaiki kondisi kita sebagai rakyat, demikian pula mereka para pemegang tampuk kepemimpinan. Baik atau buruknya seorang pemimpin, ahlussunnah akan tetap mendoakan hal baik untuknya.

(Madinah, Yani Fahriansyah)

*fb
Share Artikel: