@import url('https://fonts.googleapis.com/css2?family=EB+Garamond:ital,wght@0,400..800;1,400..800&display=swap'); body { font-family: "EB Garamond", serif; }

MEMPELAI SURGA

 Aku akan tetap mencintaimu di setiap sujud MEMPELAI SURGA
MEMPELAI SURGA

"Engkau tidak pergi, Ahmed. Engkau hanya mendahului. Aku akan tetap mencintaimu di setiap sujud, di setiap malam sunyi saat doa menjadi bahasa paling jujur antara aku dan Rabb-ku."

Di bumi yang diliputi debu reruntuhan, janji manusia kadang tak sempat menyentuh waktu. 

Malak Abu Al-Amreen, mempelai wanita yang tengah bersiap menjemput hari bahagia, kini berdiri di antara harapan yang hangus dan langit yang bersaksi atas duka. Calon suaminya, Ahmed Ghurab, tak datang membawa senyum di pelaminan. Ia pulang ke tempat yang lebih tinggi—syahid dalam dekapan tanah Gaza yang tercabik.

Hanya sehari sebelum pernikahan, rumah yang seharusnya menjadi istana cinta mereka berubah menjadi saksi bisu kebrutalan manusia kera. Namun Malak tahu, cinta yang dirajut di jalan Allah tidak padam oleh maut. Janji Ahmed bukan dusta; ia hanya berpindah makna—dari kebersamaan dunia ke abadi yang dijanjikan.

Dalam linangan air mata dan doa yang lirih, Malak berkata pada jiwanya, "Engkau tidak pergi, Ahmed. Engkau hanya mendahului. Aku akan tetap mencintaimu di setiap sujud, di setiap malam sunyi saat doa menjadi bahasa paling jujur antara aku dan Rabb-ku."
Kematian bisa merenggut tubuh, tapi tidak ruh yang tulus mencinta karena Allah. Kisah Malak dan Ahmed bukan sekadar duka; ia adalah pengingat bahwa cinta sejati adalah yang membawa kita menuju ridha-Nya, meski harus melewati perpisahan yang menyayat.

Syahid adalah janji yang ditepati oleh mereka yang menyerahkan hidupnya untuk kebenaran. Dan mereka yang ditinggalkan, seperti Malak, tetap berdiri di garis iman—karena keyakinan, bahwa tak ada perpisahan yang kekal dalam cinta yang suci. Mereka akan bertemu lagi, di tempat yang tiada peperangan, di pelaminan surga yang dijanjikan.

(Aidil Heryana)