@import url('https://fonts.googleapis.com/css2?family=EB+Garamond:ital,wght@0,400..800;1,400..800&display=swap'); body { font-family: "EB Garamond", serif; }

Kenapa Kita Yang Normal Harus Galak Dan Keras Pada Sikap Elgebete? Ini Pengalaman Nyata...


by Irwitono Soewito*

Kenapa kita (yang normal) harus galak dan keras pada sikap elgebete? Tolong baca baik-baik, ya. Perilaku elgebete bukan orangnya..!!

Nih saya kasih dongeng nyata. Sahabat anak saya, semenjak SD hingga Sekolah Menengan Atas sekolah Islam terus. Sekolah elit, fullday, SPP-nya kurang lebih dua jutaan. Pulang pergi sekolah naik antar jemput. Fasilitas sekolah memadai. Apa artinya? Anak itu mendapat lingkungan pendidikan yang sangat amat bagus. Aqidahnya terjaga, sanggup baca Al Qur’an dengan baik, prestasi akademik pun lumayan. Bagus, to?

Tapi toh dia juga jadi korban elgebete. Kan kampret banget ...!!!

Makanya saya termenung dikala suatu hari mamanya tiba menangis sesenggukan mendapati hape anaknya berisi chat mesra dengan bajingan lelaki homo kutukupret haram jadah yang telah jadi iblis dalam kehidupan buah hatinya.

Entah kapan dan bagaimana mulainya, ananda Fulan berkenalan dengan kadal homo itu di dunia maya. Perhatikan, Fulan yakni anak rumahan baik-baik bukan anak jalanan tanpa asuhan. Secara bahan tidak ada masalah. Kaprikornus di mana masalahnya?

Celah itu berjulukan gadget alias HP, yang diberikan tanpa pengawasan ketat. Walhasil Fulan berkelana ke mana-mana hingga ketemu komunitas laknat tersebut. Bermula dari chat biasa, agak menjurus dan bikin penasaran, hingga kopi darat, dan ......

Saya merinding dikala ibundanya dongeng kepingan yang nggilani dikala menginterogasi putra tercintanya.

“Kowe wis diapakno wae, le?” (kamu sudah diapain aja nak?)
“Cuma dielus-elus dan diciumi kok, Ma.”
“Tenan? Wis dikonokno durung?” (betul? sudah digituin belum?) Maksud dia yakni disodomi, dan kepingan ini rasanya bikin jantung mau copot.
“Belum, Ma. Beneran belum. Aku masih waras dan masih sayang Mama. Aku pingin sembuh, Ma.”

“Dos pundi niki, pak?” (gimana ini pak?) ratap si ibu ke saya. Dan orisinil saya tak sanggup akal-akalan sok jantan menahan bulir air mata merembes.

Anak shalih, sekolah di forum pendidikan Islam, berteman dengan belum dewasa baik dan normal, sanggup kena elgebete juga. Ndak masuk nalar babar blas ..!!

Selain celah teknologi berbentuk gadget memang ada faktor lain: keluarga. Hubungan ayah dan ibu si Fulan telah usang tak lagi harmonis. Mereka bahkan sudah bercerai sekarang. Tak sanggup dipungkiri hal tersebut ikut jadi faktor penentu. Kurangnya perhatian dan kasih sayang menyebabkan Fulan merasa nyaman dalam dekapan dan elusan kadal homo beracun itu.

Singkat dongeng balasannya si ibunda menikah lagi dan hijrah ke ibukota bersama Fulan. Mereka mencoba membangun harapan baru, merajut keluarga mahir nirwana dan menjauh dari mimpi jelek yang telah menghantui hidup mereka. Semoga Tuhan senantiasa melindungi mereka dan segera mengazab bajingan homo yang telah nyaris merusak masa depan anak shalih itu.

Kaprikornus paham kan jikalau sikap iblis ini musti diperangi dengan keras?? Pelakunya sungguh perlu dikasihani dan diajak kembali normal, tapi tak ada ampun untuk sikap dan tindakannya.

NB: Bantu saya share goresan pena ini sebelum para kadal itu mereport dan menghapus goresan pena ini.




*Sumber: fb penulis
Link: https://web.facebook.com/irwitono.soewito/posts/1585410911543534

CATATAN: Tulisan2 yang kontra LGBT kerap kena blokir Fb.