Adu Berpengaruh Islam Vs Nasionalis Di Sangkar Banteng Jawa Tengah
Adu Kuat Islam vs Nasionalis di Jawa Tengah
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
Jawa Tengah yaitu sangkar Banteng. Tahun 2014 kemudian PDIP memperoleh 31% bangku DPRD. Namun, besarnya bunyi PDIP nampaknya tidak bertahan lama. Elelktabilitas PDIP bangsur turun. Saat ini tinggal 21,7% (SMRC). Turunnya bunyi PDIP ada dua kemungkinan; pertama, Jokowi effect. Kekecewaan rakyat terhadap buruknya perilaku dan komunikasi politik Jokowi selama ini, terutama dengan lawan-lawan politiknya. Disamping faktor komitmen politik Jokowi yang banyak terabaikan. Gejala ini berimbas kepada partai pengusung penghuni istana ini.
Kedua, alasannya yaitu faktor pernyataan Megawati yang sering berseberangan dengan umat Islam. Viral di medsos bahwa PDIP tidak butuh bunyi umat Islam. Jika pernyataan ini benar, maka akan menjadi bentuk "kesombongan politik" yang semakin potensial menggerus elektabilitas PDIP.
Perlawanan kelompok Islam "Asal Bukan Jokowi" atau ABJ kepada PDIP di aneka macam wilayah, mulai dari Madura, Aceh, Riau, dan Sumatera Utara berpotensi menciptakan peta kekuatan politik bergeser. Gerilya GNPF Ulama dan Alumni 212 yang selama ini berseberangan dengan PDIP berpeluang menggerus bunyi PDIP di semua wilayah, termasuk Jateng.
Hingga hari ini, PDIP belum memilih bakal calon gubernurnya di Jateng. Ganjar Pranowo, incumbent, belum juga ditentukan nasibnya. Kasus e-KTP yang membelit Ganjar Pranowo menciptakan PDIP ragu dan gamang mencalonkannya kembali. Apalagi elektabilitas Ganjar hanya 46,1%. Elektabilitas dibawah 50% bagi incumbent termasuk rawan. Sementara, kader dan tokoh PDIP yang lain belum ada yang sekuat Ganjar. Budi Waseso? Nama ini populer, tapi elektabilitasnya hanya 12%.
Di pihak lain, koalisi Gerindra, PKS dan PAN telah mendeklarasikan Sudirman Said. Kabarnya mantan menteri ESDM ini akan dipasangkan dengan Madjid Kamil, putra Kiyai Maimoen Zubair, ulama sepuh yang paling kuat di Jawa Tengah.
Jika duet Sudirman Said-Madjid Kamil ini terjadi, maka diperkirakan akan menjadi pasangan terkuat dan paling seksi. Pasalnya, kedua tokoh ini akan menyatukan semua kekuatan Islam. Sudirman Said mewakili Islam perkotaan dengan PKS dan PAN menjadi pengusungnya. Sedangkan Madjid Kamil, ketua DPRD Rembang ini dianggap sebagai representasi Islam tradisional NU. Islam kanan dan tengah akan berkumpul dalam koalisi ini. Ditambah kekuatan kelompok nasionalis dari Gerindra yang sedang naik eleltabilitasnya.
Disamping itu, efek Mbah Maimoen, panggilan dekat pengasuh pesantren Al-Anwar Sarang ini sangat kuat di Jawa Tengah, khususnya pantura. Para alumni yang tergabung dalam organisasi berjulukan FASS (Forum Alumni Santri Sarang) bertebaran di hampir seluruh wilayah Jawa Tengah. Mulai dari Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal dan Brebes ada banyak pesantren yang diasuh oleh lulusan Sarang. Di wilayah selatan ada Banjarnegara, Kebumen dan Purworejo. Di wilayah Timur ada Blora dan Purwodadi. Para alumni Sarang banyak yang telah menjadi ulama dan pengasuh pesantren. Ini tentu memberi efek signifikan.
Tradisi santri yaitu "sami"na wa atha'na" pada kiyai. Tanpa ada kode dari Kiyai Maimoen pun, semua ulama alumni pesantren Sarang akan bekerja menjadi tim pemenangan. Para santri akan menyebabkan momentum ini untuk membalas "jasa pendidikan" yang diberikan oleh kiyai. "Ngalap berkah," itulah kira-kira yang akan jadi "magic conciousness"nya. Para santri Kiyai Maimoen akan menjadi "sukarelawan militan" alasannya yaitu faktor ikatan santri terhadap kiyai. Inilah keberuntungan Sudirman Said dengan hadirnya putra K.H. Maimoen Zubair sebagai pendamping.
Di Jawa Tengah, hampir tidak ada calon legislatif dan kepala tempat yang gagal saat menerima restu Kiyai Maimoen. Muhlisin yaitu salah satu contohnya. Alumnus Saudi ini belum usang pulang dari saudi, dengan keterbatasan sosial dan minim pengalaman politik, sukses jadi anggota dewan perwakilan rakyat sesudah sanggup restu Mbah maimon. Taj Yasin, putra Kiyai Maimoen yang masih sangat muda ini sukses ke DPRD 1 Jawa Tengah dengan bunyi melebihi quota. Selain itu, Marzuki, dua kali berhasil menjadi bupati Jepara dengan jaringan pesantren Sarang.
Selain santri Sarang, alumni pesantren Lirboyo, Ploso dan Lasem juga telah menyatakan dukungannya ke Gus Kamil, panggilan dekat Madjid Kamil. Jumlah alumni Lirboyo, Ploso dan Lasem sama besarnya dengan alumni Sarang.
Kehadiran putra Kiyai Maimoen sebagai pendamping Sudirman Said bagi koalisi PKS, PAN dan Gerindra menyerupai durian runtuh. Mesin santri dan ulama pesantren akan bekerja melengkapi dan memperkuat mesin politik PKS dan PAN. Dua kekuatan yang jarang sekali terjadi dalam dinamika politik di Indonesia. Koalisi ini juga akan menyatukan dua ormas besar yaitu NU dan Muhammadiyah.
Dimana posisi PPP? Mudah PPP akan mendukung kadernya. Madjid Kamil yaitu ketua DPRD Rembang dari PPP. Hanya saja, "sandera politik" yang kini sedang menimpa ketua umum PPP menjadi problem tersendiri. Di sisi lain, keadaan Ini juga sanggup menjadi peluang bagi PPP untuk keluar dari sandera itu. Sebab, munculnya Madjid Kamil bukan dari ajuan PPP, tetapi dari gerakan dan desakan para santri pesantren: Sarang, Lirboyo, Ploso dan lasem. Tak ada alasan bagi PPP untuk tidak bergabung dalam koalisi oposisi. Kecuali jikalau PPP ingin ditinggalkan oleh konstituennya di Jawa Tengah.
Prahara sejarah PPP mendukung Ahok di Pilgub DKI telah memberi pelajaran penting bagi partai berlambang ka'bah ini. PPP tidak ingin semakin terpuruk. Maka, pilihan politik PPP mesti lebih cerdas dan brilian, biar tidak menciptakan lari para pendukungnya. Pilgub Jawa Tengah sanggup dijadikan "momentum pertaubatan" bagi PPP untuk memanggil kembali konstituennya.
Pasangan Sudirman Said dan Madjid Kamil akan menjadi penantang terberat bagi koalisi yang akan dibuat PDIP dan partai koalisi penguasa. Jika ini terjadi, maka akan ada duel antara kelompok islamis dengan kelompok nasionalis._: Duel ini akan mengulang pemilu zaman old antara Masyumi dengan PNI. Siapa pemenangnya? Kita tunggu.
Menyatunya dua kekuatan Islam kanan dan moderat ini tentu tidak akan dibiarkan terjadi. Isu Islamis vs nasionalis akan menciptakan miris, terutama bagi penguasa. Akan ada pihak-pihak yang berkepentingan menjegalnya. Siapa mereka?
Jawa Tengah yaitu lumbung bunyi terbanyak ketiga sesudah Jabar dan Jatim. Pengaruhnya akan cukup signifikan untuk 2019. Disinilah bakal capres akan mengadu ketangkasan strateginya.
Duet Islamis vs nasionalis, jikalau terjadi, akan menjadi pertempuran politik yang seksi dan sengit. Pertempuran berbasis pola ini akan sangat mungkin berlanjut di pilpres 2019.***
*Sumber: Kumparan