Beda Pemimpin Bermental Dukun Dan Filsuf
BEDA PEMIMPIN BERMENTAL DUKUN DAN FILSUF
Oleh: Mutawakkil Abu Ramadhan*
Yang membedakan Iskandar Agung dan Jengis Khan ialah gurunya. Guru dari Iskandar Agung ialah seorang filsuf besar Aristoteles, adapun gurunya Jengis Khan ialah ibunya sendiri yang berjulukan Hoelun, ia ialah seorang dukun.
Iskandar Agung dan Jengis Khan ialah dua Mega emperor terbesar sepanjang sejarah, dengan imbas gurunya masing masing kedua emperor mempunyai cara berkuasa yang bertolak belakang.
Iskandar Agung dan Jengis Khan memang sama-sama memakai kekuatan militer dalam melaksanakan invasi geografis dan demografis yang amat sangat luas. Akan tetapi perluasan Iskandar Agung jauh lebih beradab ketimbang Jengis Khan.
Setiap menguasai suatu daerah, Iskandar Agung melaksanakan pendekatan ke penduduk dan akulturasi, peradaban yang dibangunnya populer dalam sejarah dengan nama Hellenic.
Jengis Khan mempunyai kebiasaan horor setiap menguasai kota dengan membangun Piramida tengkorak insan yang dikuasainya. Iskandar Agung menjaga bangunan-bangunan di tempat yang dikuasainya, Jengis Khan menghancurkan semua bangunan tanpa ampun.
Di zaman modern ini, kita bisa membedakan mana seorang pemimpin yang berkarakter filsuf atau barbar. Yang barbar itu suka ribut, memaki, suka kerja tapi otoriter. Yang filsuf suka berdialog, merangkul, suka kerja tapi demokratis.
Dengan modal perbandingan sejarah Iskandar Agung dan Jenghiz Khan, kita pun bisa membedakan mana masyarakat filsuf dan mana masyarakat dukun. Masyarakat filsuf memperlihatkan ruang yang adil bagi ragam manusia, adapun masyarakat dukun cenderung mengucilkan insan yang berbeda dengannya.
Di zaman modern, ketika pemimpin filsuf dipilih oleh masyarakat filsuf obrolan lebih banyak terjadi ketimbang penangkapan, pengertian lebih banyak dari fitnah. Sebaliknya ketika pemimpin dukun dipilih oleh masyarakat dukun, akan terjadi banyak penangkapan, fitnah dan kegaduhan.
Guru yang filsuf selalu menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan obrolan yang adil. Guru yang dukun tidak suka melihat orang banyak ngomong, guru dukun berdalih kerja, kerja dan kerja. Di zaman modern, guru dukun terlihat modern dan kaya, tapi menyimpan virus kebodohan yang bisa mematikan kemampuan berpikir siapapun dengan jernih.
Dukun itu latarbelakang pendidikannya jarang yang bagus, nggak suka baca buku, tapi dukun itu maunya berposisi sama mulia dengan filsuf di mata masyarakat awam. Sebaliknya, banyak filsuf yang tidak mempedulikan penampilan dan kekayaan alasannya ialah idealismenya yang ingin menciptakan perubahan.
Mental dukun marah kalau dikritik, memaksa kalau berkehendak, dan merajuk kalau dikritisi. Jenghiz Khan hanya alasannya ialah urusan perilaku sopan santun orang ia membantai beberapa desa untuk melampiaskan ketersinggungannya.
Tentunya, di zaman modern nggak ada yang berani menyerupai itu, itupun bukan alasannya ialah pengetahuan dia, melainkan hanya alasannya ialah takut dengan sistem aturan yang lebih berpengaruh ketimbang zaman barbar dahulu.
Coba deh, kita bandingkan para pemimpin kita ketika ini, mana yang bermental filsuf dan mana yang bermental dukun. Kalau duduk perkara agama susah dibedakan, alasannya ialah setiap Pilkada/Pemilu niscaya semuanya mendekati ulama, asatidz dan pesantren.[]
*Sumber: fb