Belum Dimulai, Pilgub Sumut Sudah 'Usai': Ada Yang Kalah Sebelum Bertanding
[PORTAL-ISLAM.ID] Tampaknya, kampanye pilgub Sumatera Utara sudah melewati klimaksnya walaupun periode kampanye resmi belum dimulai. Bahkan, banyak orang yang bercanda bahwa “gubenurnya sudah terpilih”.
Begitulah situasi di provinsi yang populer dengan keberagaman dan keberagamaannya itu. Pertarungan bagaikan sudah selesai, padahal arena pergulatan belum dibuka. Lighting (lampu) ring tinju belum dinyalakan. “Yaumul hisab” (hari perhitungan) itu masih jauh, 27 Juni 2018.
Tetapi, rakyat di Sumut merasa seolah mereka sudah punya gubernur baru. Terasa seolah-olah hari pencoblosan telah berlalu. Terasa seolah-olah Pak Djarot Saiful Hidayat sudah kembali ke Jakarta membawa pulang kekalahan telaknya di tangan Edy Rahmayadi.
Itulah suasana yang berlangsung. Foregone conclusion. Sudah diputuskan. Banyak orang yang sudah menyimpulkan hasil pilkada ini.
Apakah situasi ibarat cantik atau tidak bagi rakyat Sumut khususnya, atau bagi Indonesia pada umumnya?
Menurut ekonomis saya, jikalau proses pilkada bisa direkayasa ibarat yang sedang berlangsung di Sumut ketika ini, saya pastikan sangat elok bagi rakyat Sumut. Biaya pilkada bisa ditekan menjadi relatif sangat kecil. Sebab, tim paslon “pasti menang” tidak perlu lagi heboh menyiapkan kampanye yang berbiaya tinggi. Paslon “pasti” itu tidak usah membentuk kelompok relawan yang jumlahnya belasan ribu orang dengan gaji harian yang bisa menciptakan seorang calon bangkrut.
Disamping itu, rakyat Sumut tidak terlalu terkuras perhatiannya. Memberikan perhatian terhadap pilkada bisa berakumulasi menjadi sumber ketegangan. Jadi, saya beropini suasana pilkada model Sumut 2018 ini, menunjukkan banyak kemaslahatan. Misalnya, tidak perlu hiruk-pikuk yang biasanya memancing perselisihan.
Kalaulah semua pilkada bisa ibarat entengnya menuju kemenangan di pilgub Sumut kali ini, pasti Indonesia bisa lepas dari kasus-kasus dana relawan sosialisasi dan kampanye yang selalu ratusan miliar rupiah. Jumlah yang acapkali tak bisa dijangkau oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan memimpin.
Kalau bisa kita buat pilkada-pilkada di tempat lain sama ibarat di Sumut hari ini, hampir pasti kerawanan yang terkait dengan keamanan, bisa ditiadakan.
Tetapi, sayangnya, dana bahtera untuk parpol-parpol pendukung kelihatannya masih sulit untuk ditiadakan. Tentunya ini aspek lain lagi.(
Penulis: Asyari Usman