Ketika Media Umum Jadi Arena Kelahi Jari


[PORTAL-ISLAM.ID]  Tidak sanggup dipungkiri memang bahwa semenjak lima tahun belakangan ini, wajah media umum kita sudah berubah dari wahana silaturahmi menjadi ladang caci maki. Tidak ada yang sanggup membantah hal itu. Media sosial menyerupai Facebook, Twitter dan sejenisnya sekarang bukan lagi daerah yang baik untuk saling menjalin komunikasi, namun sudah menjadi arena kelahi jempol dan jari.

Saya tidak sanggup membayangkan menyerupai apa kira kira ketika ini pikiran Mark Zuckerberg dan Jack Dorsey. Keduanya yakni pendiri Facebook (Mark Zuckerberg) dan pendiri Twitter (Jack Dorsey). Jejaring media umum yang mereka buat untuk menjalin silaturahmi telah berganti menjadi senjata perang para ummat.

Saya punya pengalaman langsung terkait media umum ini. Banyak juga saya kira para orang lain. Bahkan tokoh tokoh sekelas Presiden juga niscaya punya pengalaman langsung yang menarik.

Belakangan ini, kerap kita jumpai akun akun yang selalu mengembangkan kebencian. Akun akun tersebut terlibat perang dengan sesama mereka di media sosial. Namun yang menariknya yakni para “pejuang medsos” itu selalu berlindung di balik nama nama orang lain. Atau dalam bahasa zaman now, mereka yakni para akun anonim yang tak ditenggarai dikelola oleh beberapa orang dari daerah berbeda.

Yang menciptakan saya tercenung tentu saja perang di medsos juga melibatkan isu isu agama. Isu sensitif ini bahkan tercatat sebagai senjata ampuh untuk menyerang lawan lawan di dunia nyata.

Pada ketika agresi 411 dan 212 misalnya, akun akun dengan jumlah follower besar di media umum tak henti menampilkan kampanye terkait agresi simpatik tersebut, namun di sisi lain ada pula akun anti agresi yang membullynya. Anehnya keriuahan ini tidak didamaikan oleh pemerintah dengan perilaku tegas terhadap akun penyebar kebencian.

Tercatat beberapa kali akun akun yang diduga melaksanakan “Hate Speech” terkesan dibiarkan melaksanakan aksinya. Namun kesan sebaliknya, jikalau tindakan penyebaran kebencian itu dilakukan oleh kubu yang yang mengkritik pemerintah, maka abdnegara kepolisian dengan cepat bertindak dan menangkap pelakunya.

Jumah pelaku pelanggaran penggunaan media umum (Pasal 27 Ayat 1 UU ITE) juga sudah tak sedikit jumahnya.

Saya mencoba untuk mengingatkan bahwa media umum sejatinya untuk menampilkan wajah elok penuh damai, bukan sebeliknya wajah bengis penuh kebencian.

Bullying dan “Hate Speech” di media umum yakni problem serius. Terlebih dengan perkembangan media umum final akibat ini. Perlu diingat bahwa pengguna internet Indonesia berangkat dari banyak sekali macam latar belakang. Mereka sanggup saja meng-copy paste ayat demi ayat dengan gampang meski tidak memahami ayat itu, atau men-share sebuah info hoax biar kebencian yang ia sebar terlihat benar.

Tugas pemerintah yakni menertibkan itu.

Oleh Rifky Hidayat

Share Artikel: