Jawa Timur Ora Me-Nyalla


[PORTAL-ISLAM.ID]  La Nyalla Mattalliti bikin blunder. Dia gelar konferensi pers. Ngemeng "belum apa-apa udah diperes". Dengan high tone, beliau bilang, "Emangnya siapa Prabowo?"

Semua manuver ini berakhir pada political incorrectness. Entah siapa konsultan politiknya. Pasti ecek-ecek. Slogan "Jatim Menyalla" sudah bikin merinding. Publik eksklusif inget Nero Claudius Caesar Germanicus yang memperabukan Kota Roma dengan nyala api.

Selama beberapa jam, musuh-musuh Partai Gerindra dan Prabowo's Haters pesta pora. Statement La Nyalla di-spin abis-abisan.

Tapi ya, cuma sebentar. Wave of opinions sontak marak. Loyalist 08 keluar semua.

La Nyalla diberi predikat "preman kampung", lelaki labil, penyusup, kader titipan cebong, beringas dan sebagainya. Ada yang ubah namanya menjadi "La Nyalla Maramara".

Sebuah meim dicetak. Captionnya: "Minta Diusung dan Dibayarin PS..? Emangnya beliau sehebat Anies Baswedan".

Pastinya, La Nyalla diberi surat tugas. Isinya; mencari kawan koalisi dan menyiapkan kelengkapan pemenangan.

Tanggal 20 Desember 2017, La Nyalla mengembalikan surat tugas. Gagal total. PAN, Demokrat atau partai lain menolak mengusung La Nyalla.

TB Ardi Januar menyebut La Nyalla sebagai "pemburu kekuasaan, tapi gagal menyusun kekuatan".

Gofar Adam bilang, "Mental La Nyalla tidak sekeras mukanya". Penulis Joha berkata, "Nadanya sumbang, bikin indera pendengaran pekak".

"Nyanyian La Nyalla nyaringgg kemana-mana. Kecebong bahagia tak ketulungan," kata Ahmad Lubis.

Jenderal Suryo Prabowo bikin status; "Gimana nggak marah, lha wong beliau sudah mbuat dan masang banyak baliho".

Api La Nyalla semakin redup ketika Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Sudrajat, bahkan Ridwan Kamil merilis komentar tidak pernah dimintai "duit mahar" oleh Gerindra dan Prabowo Subianto.

La Nyalla rusak total sehabis Mahfud MD buka bunyi di twitter. Begini katanya; "Waktu ditawari masuk bursa cagub Jatim...saya juga tak dimintai uang, malah dibilang tak usah memikirkan uang."

Sontak La Nyalla dibanding-bandingkan dengan Feri Juliantoro dan Gus Irawan dari Sumatera Utara. Keduanya nggak berisik ketika batal diusung.

Aktifis Iwan Sumule, sembari posting foto Prabowo 2019, menyatakan "Bertanya dan meminta itu dua hal berbeda. Pa Prabowo tidak meminta. Tapi bertanya. Jika Pa Prabowo bertanya 'apakah anda punya uang untuk bertarung dalam pemilukada?' Tentu itu pertanyaan yang sangat logis."

Syahdan, pertanyaan soal kesanggupan logistik uang saksi sebesar Rp 40 miliar dipelintir jadi "aksi palak". Menurut Chusnul Mariah, biaya Rp 40 miliar itu nggak cukup. Di Jatim, ada 68.511 TPS. Mestinya butuh Rp 61 miliar rupiah.

Padahal, dana ini bukan untuk kantong Gerindra dan Pak Prabowo. Di sini, political incorrectness-nya. Realita politiknya, seorang Calon Gubernur nggak cukup mengandalkan popularitas dan foto Panglima Kumbang pegang plakat "La Nyalla Jatim 1".

Aktivis Maya Amhar dan penulis Iramawati Oemar malah ketawa ngakak melihat foto itu. Anggota Dewan Desmond J Mahesa merasa aneh melihat manuver La Nyalla.

Sambil keheranan, Desmond bertanya, "Kalo pembusukan, ini niatnya mau apa. Dia dijadikan alat bargain oleh lawan Pa Prabowo".

Polemik ini seakan-akan general strategy menjatuhkan Mitt Romney. Musuh politik Romney menggoreng statemen Romney dan mengubahnya menjadi slogan "Fire the poor and burn their jobs to heat my mansions!"

Padahal Romney bicara soal healthcare. Bukan persoalan ekonomi. Dia sedang mengkritik Obamacare dan menyatakan publik berhak akan pelayanan medis yang baik.

Soal pernyataan; "Emangnya siapa Prabowo? Kok maki-maki saya". Jelas, ini pernyataan kader nggak lulus diklat.

Prabowo Subianto yaitu Ketua Umum Partai Gerindra. Panglima Tertinggi. The First Patriach. Bapaknya semua kader Gerindra. Seorang Letnan Jenderal TNI. Tegas, sekaligus suka humor, yaitu ciri utamanya.

Di Gerindra, nggak ada ruang bagi perilaku klemar-klemer dan "cemenitas". Diomelin komandan dan senior ya biasa aja. Evaluasi diri. Kalo salah; akui. Gagal ya terima konsekuensi. Jangan jadi pecundang dan pengkhianat.

Loyalitas yaitu salah satu ciri seorang patriot. Gerindra yaitu partainya para patriot. Disloyalty yaitu perilaku offensive bagi semua partai.

Dalam buku The Philosophy of Loyalty (1908), Josiah Royce menyatakan "Loyalty is indeed a primary virtue. The heart of all the virtues, the central duty amongst all the duties".

Penulis: Zeng Wei Jian
Share Artikel: