IMPOR SAYUR & AKAR MASALAH NEGERI INI
IMPOR SAYUR CAPAI RP 11,55 TRILIUN
Bagi sebagian orang mungkin membaca headline ini dalam pembacaan yang sederhana: Indonesia kekurangan sayur, lalu impor. Apa salahnya.
Atau mungkin ada yang sudah berfikir globalist sekali: Dunia memang saling jual beli. Indonesia ekspor sesuatu, lalu impor sesuatu. Saling memenuhi kebutuhan yang ada. Biasa saja.
Atau mungkin membaca dengan penuh sangka baik: Sayur apa dulu. Mungkin sayuran yang gak bisa tumbuh di negeri tropis. Jangan kemakan headline.
Bisa jadi begitu. Maka boleh saja membaca nya dengan penuh kesan positif.
***
Itu sayur. Bagaimana jika yang terjadi adalah beras impor? Dan sudah kejadian kan.
Apakah lahan di negeri ini kurang? Sehingga gak bisa nanam. Apakah di negeri tropis ini tidak bisa tumbuh padi? Apakah teknologi pertanian kita gak bisa se efisien Thailand, sehingga harga beras bisa murah?
Pertanyaan demi pertanyaan yang jawabannya jelas. Bisa. Namun tidak juga kejadian di negeri ini. Kita swasembada pangan.
***
Membaca headline ini, sebenarnya kita bisa menemukan banyak cabang masalah.
Pertanian kita gak dilindungi. Perkebunan kita gak diperhatikan. Nelayan kita hampir semua pesisir gak punya storage. Akhirnya dunia agro jatuh di negeri ini.
Harga panen jatuh, karena proporsi harga end user lebih besar memberikan margin ke pedagang di jalur distribusi. Akhirnya yang hidup adalah ekosistem pedagang. Gilanya lagi akhirnya para pedagang gak ambil barang didalam negeri. Mahal. Mending impor. Yang penting cuan.
Lahan-lahan produktif terbengkalai. Business model pertanian dan perkebunan tidak menjanjikan. Petani dibawah 45 tahun jatuh dibawah 10%. Akibatnya dunia pertanian kehilangan inovasi, kehilangan energi, kehilangan gairah.
1 hektar sawah di Thailand bisa 20-30 ton hasil panen. Di Indonesia rerata 4 ton. Itu pun hanya 2x setahun. Udah bagus banget. Sementara di banyak negara yang serius memperhatikan pertaniannya, bisa 4x setahun.
Padahal agro inilah yang bisa serap lapangan pekerjaan secara massive. Bertani, berkebun, menanam, menangkap ikan, adalah basis aktifitas manusia agraris tropis.
***
Akibatnya 136 juta angkatan kerja kita harus mati-matian cari kerja. Jutaan anak muda bangsa bekerja ke luar negeri secara informal. Diinjak-injak di negeri orang. Jadi babu di negeri orang. Otaknya, tenaganya, keahliannya, dipake untuk membangun negeri orang lain. [1]
Institusi pernikahan di kampung-kampung hancur lebur. 1 kampung dominan jadi TKW. Suami jaga anak. Istri bertahun-tahun di negeri orang. Sebagian bertahan, mayoritas runtuh, atau saling faham. [2]
Tidak adanya pekerjaan di desa, membuat angka urbanisasi tinggi. Gak ada kerjaan di kampung. Di desa sulit hidup. Mau kerja diluar negeri harus bayar PJTKI puluhan juta. Akhirnya pergi ke kota, berjejalan di pemukimam kumuh kota. Menjadi masalah baru. Masyarakat miskin kota. [3]
Kekuatan agro tidak diperhatikan. Mau fight di industri manufaktur juga gagap. Perijinan bikin pabrik sulit. Akhirnya produktifitas negara drop. GDP rendah. Neraca perdagangan defisit, kebanyakan impor daripada ekspor. [4]
Pangan banyak impor, gak bisa produksi sendiri. Akibatnya uang yang ada harus dibelanjakan produk yang dibuat oleh produsen dari negara lain. Terjadi flight capital. Uang terbang keluar Indonesia. Dihutangin, lalu digunakan untuk beli produk negara penghutang. Dikerjain. [5]
Agro gak diperhatikan. Nelayan di pesisir gak disediakan cold storage penyimpanan. Hampir gak ada industri yang memberikan nilai tambah produk ikan. Sedikit pabrik pengalengan. Akhirnya nelayan bingung kalo hasil berlimpah, gak ada tempat nyimpan ikan. Harga ikan drop. Nelayan tetap miskin. Akhirnya yang ngambil kekayaan laut Indonesia adalah nelayan asing. [6]
Pertanian gak menghasilkan. Lahan-lahan dijual. Jadi perumahan. Negara maju pemukimannya hi-rise. Naik keatas. Menghargai lahan terbuka. Di negeri ini gegabah banget. Sawah dikeringin. Dijadiin perumahan. Jadi negara maju nggak, banjir iya, aneh banget. [7]
Agro gak diperhatikan, Indonesia yang gugus wilayah terbanyam adalah pedesaan akhirnya bingung membangun basis ekonomi. Pajak yang dikumpulkan akhirnya mati-matian menyuntik dana desa. Uang dana desa sampai ke pedesaan juga bingung mau diapakan. Salah pakai bisa KPK. Ketakutan. Akhirnya hanha dibuat belanja konsumtif. Gak produktif. Ruwet aja terus masalahnya [8]
Dunia agro gak diperhatikan. Akhirnya driver ekonominya hanya di perdagangan. Bawa barang dari luar, masukkan kedalam negeri. Akhirnya proses produksi gak berlangsung di negeri ini. Dampaknya pada dunia riset. Orang pinter di negeri ini gak bisa sejahtera. Paling top jadi dosen. Karena dana riset swasta gak ada. Gak ada produksi, ngapain riset. Apa yang diriset. [9]
Ada 100 lebih masalah yang muncul akibat agro gak diperhatikan. Silakan kawan-kawan tambahkan di komen.
Postingan ini untuk membangun masa depan negeri. Gak ada intensi mengkritik pemerintah atau nuansa politik. Kita fokus pada solusi bersama, kita kerjain sama sama dari arus bawah saja.
(By Ustadz Rendy Saputra)
*fb