Kematian dr. Aulia Risma Lestari, membuka tabir mengerikan praktek PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) yang telah berlangsung selama ini

 seorang dokter yang sedang mengikuti PPDS  Kematian dr. Aulia Risma Lestari, membuka tabir mengerikan praktek PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) yang telah berlangsung selama ini
Kematian dr. Aulia Risma Lestari, seorang dokter yang sedang mengikuti PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) Anastesi asal UNDIP di RS Kariadi, Semarang, membuka tabir mengerikan dalam praktek PPDS yang telah berlangsung selama ini.

Aulia, kelahiran tahun 1994, adalah seorang dokter umum RS Kardinah Tegal yang mendapatkan beasiswa dinas dari Pemkab Tegal untuk kuliah PPDS Anastesi di UNDIP, yang bertugas di RS Kariadi, Semarang. Sudah di semesternya yang ke-5.

Dia adalah mahasiswi yang cemerlang. IPK rata-ratanya adalah 3,9.

Tapi perjuangannya berakhir di tanggal 12 Agustus 2024, saat ditemukan terbujur kaku di kamar kosnya. 

Sempat beredar bahwa sebab kematiannya karena bundir (bunuh diri), dengan menyuntikkan obat anastesi di lengannya. Obat anastesi yang hanya bisa diakses oleh dokter spesialis dan nakes tertentu. Diperkuat dari penemuan diary yang berisi curahan hatinya dibully oleh para dokter senior di PPDS RS. Kariadi.

Dugaan yang kemudian dibantah oleh Kepolisian Gajah Mungkur yang melakukan penyelidikan.

Diary yang ditemukan di kamar kos nya mengungkapkan bullying yang dia terima selama 2,5 tahun (5 semester) menjadi PPDS. 

Kemenkes bergerak cepat dengan memberhentikan progam Anastesi Undip di RS Kariadi, Semarang. 
 seorang dokter yang sedang mengikuti PPDS  Kematian dr. Aulia Risma Lestari, membuka tabir mengerikan praktek PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) yang telah berlangsung selama ini
Bullying di dunia kedokteran rupanya bukan hal baru. Ini adalah fakta kelam yang selama ini disembunyikan dengan rapi dibalik jas putih para dokter yang nampak suci itu.

Tapi baru di tahun 2023, Pak Menkes Budi Gunadi Sadikin yang dilantik tahun 2020 itu, melakukan perombakan serius untuk menanggulangi bullying ini.

Diantara dengan menyebar survey kepada seluruh PPDS untuk memetakan kasus depresi, dan terdapat 5 besar PPDS dengan tingkat depresi terbesar, yaitu :

1. Ilmu Penyakit Mulut (53%)
2. Ilmu Kesehatan Anak (41%)
3. Bedah Plastik (39.8%)
4. Anastesi (31,6%)
5. Bedah Mulut (28,8%)

Bahkan pada April 2024 kemarin, Kemenkes merilis hasil penelitian bahwa 3,3% calon dokter spesialis mengalami depresi parah yang berujung pada keinginan bundir.

Sebenarnya, sudah sejak tahun 2023, Kemenkes sudah banyak melakukan penindakan perseorangan kepada pelaku bullying terhadap para calon dokter spesialis ini. 

Bahkan pada Agustus 2023, terdapat 3 RS yang mendapat surat teguran keras dari Kemenkes berkaitan dengan bullying.

Kemenkes juga sampai membuka hotline pengaduan perundungan melalui: 

✅ Website https://perundungan.kemkes.go.id/
✅ No. Telp :08299799777. 

Kasus bullying di dunia kedokteran memang sudah separah itu, berlangsung selama berpuluh tahun, hingga seakan-akan menjadi kewajaran. 

Ditangani sejak 2023 pun, masih belum bisa banyak merubah kultur ini.

Berdasarkan laporan yang masuk ke WA pak Menteri mengenai kasus Undip ini, ada beberapa point bully yang bikin bergidik:

1. Jam normal jaga PPDS Anastesi adalalah 18 jam. Berangkat jam 6 pagi, sampai jam 12 malam. Pada prakteknya, mereka baru pulang jam 2-3 dini hari. Dan jam 6 pagi sudah harus standby kembali.

2. Jika dapat giliran on call, calon dokter spesialis tidak bisa pulang selama 5-6 hari. 24 jam/6 hari. 

3. Operasi di RS Kariadi rata-rata 120 pasien/hari, dan dokter anastesi harus selalu standby. Nah beban itu, hampir seluruhnya diserahkan kepada PPDS. Dokter anastesi nya mboh kemana.

Bayangkan anda kerja dengan durasi tidak ngotak seperti itu?

Syukur-syukur ngga jadi zombie.

Selain itu, bentuk bullying umum yang terjadi di hampir seluruh jurusan kedokteran, baik Koas maupun PPDS antara lain :

1. Harus siapin makan senior saat jaga. 
2. ⁠Ngambilkan laundry senior.
3. Ngambilkan fotocopy / jilidan senior. 
4. ⁠Jadi panitia kegiatan dgn segala pengorbanan nya, termasuk biaya penyelenggaraannya semua ditanggung oleh dokter magang. Dan banyak dokter koas/ppds yang bahkan ga bisa makan dengan layak karena duitnya habis untuk "servis" senior.

Apakah tukang bullynya adalah "pureblood"?

Tidak selalu. 
Di beberapa kasus, malah muggle senior yang bertingkah. Dan pureblood nya melindungi anak koas dan PPDS.

Apakah suasana belajar PPDS harus berat?

Jawabannya iya.

Karena berkaitan dengan nyawa orang. 

Kita tidak mau kan berobat ke spesialis lulusan dari kampus yg mudah meluluskan orang-orang yang tidak kompeten?

Tekanan belajar itu buat residen jadi tangguh. Mau gak mau harus belajar. 

Harus paham ini tanggung jawab nyawa. 

Tapi pada prakteknya, karena tidak ada batasan yang jelas tentang pressure berat ini, jadinya terjadi banyak penyalahgunaan kekuasaan oleh senior kepada juniornya.

Dan inilah yang saat ini dicoba direstrukturisasi oleh Kemenkes.

Kerja berat, karena ga mudah merubah budaya yang sudah berjalan puluha tahun.

Pak Budi Gunadi lumayan membuat gebrakan, salah satunya karena beliau bukan dokter !!

Aslinya beliau lulus Teknik Fisika, ITB. Malah melintang sebagai tenaga ahli korporasi, dan kemudian diangkat jadi Menkes.

Karena background beliau yang bukan dokter, makanya ga merasa punya hutang budi dan rasa segan ke profesor-profesor, seperti jika Menkesnya berasal dari bidang kedokteran juga.

Bad news nya sih, Pak Budi akan pindah ke Kementrian Perdagangan atau Industri. 

Entah siapa yang akan meneruskan kerja besar ini. Harapan saya, penerusnya bisa meneruskan reformasi birokrasi di tubuh kedokteran ini..

dr. Aulia Risma Lestari 
Semoga lapang kuburmu...

Terima kasih sudah menjadi wasilah terbukanya borok ini kepada publik

Harapan saya, jangan ada lagi dr. Aulia yang lain
Cukup berhenti sampai disini...

(Al Fatin)

Share Artikel: