UU PERPAJAKAN BERI KEWENANGAN PRABOWO BATALKAN PPN 12%

gjvKrBauCPNNKhDlDRFpacpbiDzBrsxstkVtduOTJZicMMMREyGWavcuFTvYEjGbBxk UU PERPAJAKAN BERI KEWENANGAN PRABOWO BATALKAN PPN 12%
gjvKrBauCPNNKhDlDRFpacpbiDzBrsxstkVtduOTJZicMMMREyGWavcuFTvYEjGbBxk UU PERPAJAKAN BERI KEWENANGAN PRABOWO BATALKAN PPN 12%
UU PERPAJAKAN BERI KEWENANGAN PRABOWO BATALKAN PPN 12%

Oleh: Faisal Lohy

Baru jalan 2 bulan pegang kekuasaan, Prabowo telah menjadi bulan-bulanan rakyat Indonesia.

Lewat kenaikan PPN 12%, Prabowo panen kritikan, cacian, makian yg menyeretnya ke dalam jurang antipati masyarakat.

Dalam hal ini, tidak sepenuhnya merupakan ulah Prabowo. Karena dasar hukum kenaikan PPN 12% bukan bersandar pada inovasi pribadi Prabowo. Melainkan perintah UU yg dibuat oleh rezim "Mulyono " pada tahun 2021 lalu.

Tepatnya pada pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 7 Tahun 2021, tarif PPN 12% paling lambat mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Aturan ini dirancang dan disepakati oleh presiden "Mulyono" yg waktu itu masih kuat-kuatnya disokong partai koalisi di DPR yg dipmpin oleh PDIP.

Jadi bisa dikatakan, beleid penyesuaian PPN 12% merupakan inisiasi yg berkaitan kuat dengan kepentingan elektoral Jokowi, PDIP dan partai koalisi waktu itu, terkeceulai PKS dan partai oposisi lainnya.

Namun ketika Mulyono lengser dan bertepatan dengan waktu pelaksanan kenaikan PPN 12%, sesungguhnya pilihan ada di tangan Prabowo. Dia bisa memilih untuk menjalankan atau mengabaikan aturan tersebut.

Sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat (4), bahwa "Perubahan tarif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara".

Bunyi ayat ini menjelaskan langkah prosedural terkait pembatalasan kenaikan PPN 12% lewat penerbitan Peraturan Pemerintah.

Dengan kata lain, ayat tersebut memberi kewenangan kepada Prabowo selaku presiden untuk membatalkan kenaikan PPN 12% melalui penerbitan Peraturan Pemerintah, setelah disampaikan ke DPR untuk disepakati dalam penyusunan Rancangan APBN atau atau dalam proses pembentukan APBN-P 2025.

Aturan ini bisa menjadi pertimbangan penting Prabowo untuk bertindak proporsional dan profesional. Melihat gejolak dan kegaduhan sosial-politik yg terjadi, Prabowo sebaiknya mengambil tindakan membatalkan kenaikan PPN 12%.

Dengan membatalkan PPN 12%, Prabowo bisa memulihkan kembali kepercayaan masyarakat sebagai legitimasi utama terbentuknya stabilitas kekuasaan dan cerminan pemerintahan yg demokratis.

Selama ini, Prabowo selalu mencitrakan dirinya sebagai seorang patriot. Keras berbicara tentang penegakkan keadilan dan hak-hak masyarakat.

Bahkan baru saja ditunjukan di forum internasional G-8, berkoar-berkoar tentang penegakan HAM dan persatuan negara mayoritas Islam dunia membebaskan Palestina dari Agresi Israel.

Sibuk dan vokal urusi kedaulatan negara lain, urusan dalam negeri yang berkaitan langsung dengan "urusan perut" masyarakat sendiri diabaikan, bahkan dibuat setengah mati.

Jangan cuma omon-omon umbar janji dan sikap patriot di luar negeri, buktikan kalau anda juga berguna untuk masyarakat dalam negeri sendiri.

Pilihan ada di tangan Prabowo. Gunakan pasal 7 ayat (4). Terbitkan peraturan pemerintah batalkan PPN 12%.

Lalu tunaikan janji anda pada masa kampanye lalu, kejar peningkatan pajak lewat sistem dan mekanisme pungutan yang profesional, bukannya menaikan PPN.

Rakyat udah terlalu susah. Bukan soal kenaikan dari 11% jadi 12%. Tentu saja secara prosentasi sangat kecil, hanya 1%. Tapi implikasi perbandingan kenaikannya yang mencapai 9,09% (kenaikan inflasi)

Simulasi Susenas, setiap kenaikan inflasi 1% mendorong peningkatan rata-rata garis kemiskinan 1,8% dengan konsekuensi kenaikan jumlah kemiskinan baru 1,4 juta orang.

Jika inflasinya naik 9,09% x 1,4 juta = lahirnya 12,7 juta kemiskinan baru.

Seperti kata Sri Mulyani, PPN naik 12% menambah pamasukan negara paling tinggi Rp 80 Triliun. Sangat jauh dari tujuan untuk menutupi defisit APBN 2025 Rp 616,2 triliun.

Sangat kontraproduktif. Untuk apa naikan PPN untuk memalak rakyat jika haya berkontribusi demikian kecil untuk membayar defisit APBN dengan dampak kemiskinan yang naik hingga 12,7 juta orang?

Kebijakan tolol macam apa ini. Masalah defisit APBN tidak terselesaikan. Justru hanya akan menambah beban masa depan APBN selesaikan masalah kemiskinan baru 12,7 juta orang. Mau ambil duit dari mana lagi?

Pilihan ada di tangan Prabowo, gunakan kewenangan hukum dalam pasal 7 ayat (3) untuk membatalkan kebijakan bodoh ini. Atau membiarkan kebijakan ini terus berjalan dan menbuktikan bahwa Prabowo tidak bedanya dengan Mulyono: penipu, penindas, dzolim, memiskinkan masyarakat.

Satu lagi pak Prabowo. Copot Sri Mulyani selaku menteri keuangan dan Anggito Abimanyu selaku wakilnya yg kemarin bikin rusak uang jemaah haji sewaktu masih menjabat sebagai Ketua BPKH.
Share Artikel: