Jokowi tak Mau Bertaruh Nasib buat PSI,
Biarkan Jadi "Mainan" Politik Anaknya
Oleh: Erizal
Tanpa diikuti oleh mantan Presiden Jokowi, DPP PSI akhirnya resmi menetapkan 3 Calon Ketua Umum PSI, yakni Ronald A. Sinaga, Kaesang Pangarep, dan Agus Mulyono Herlambang. Masing-masing mendapatkan nomor urut 1, 2, dan 3.
Tiga orang Calon Ketum PSI itu akan memperebutkan suara dari seluruh kader PSI se-Indonesia berdasarkan e-voting, yang disebut-sebut sebagai terobosan baru bagi pemilihan Ketum Parpol. Tak ada satupun parpol yang melakukan pemilihan Ketum seperti yang dilakukan oleh PSI.
Tanpa diikuti oleh mantan Presiden Jokowi, apalah artinya pemilihan Ketum PSI itu? Mungkin tak ada artinya dan siapa pula yang akan peduli? Tak ada yang peduli.
Mau terpilih lagi Kaesang Pangarep, putra bungsu mantan Presiden Jokowi untuk kedua kalinya? Atau bisa dikalahkan atau diambil alih oleh Ronald A Sinaga atau Agus Mulyono Herlambang, orang sudah tak peduli.
Kaesang menjadi Ketum, padahal baru sehari menjadi anggota partai, sebetulnya orang juga tak peduli. Apalagi saat ini pakai pemilihan-pemilihan segala. Siapa yang peduli?
Hasil pemilihan Ketum PSI itu juga sudah bisa ditebak. Pemilihan itu sekadar gaya-gayaan saja. Tapi masih mending-lah daripada aklamasi.
Semua partai saat ini, lagi demam aklamasi dalam pemilihan Ketum. Sudah dipilih secara aklamasi, Ketum punya pula apa yang dinamakan sebagai hak prerogatif Ketum. Sudah serasa Presiden betulan saja.
Orang melirik proses pemilihan Ketum PSI lebih karena ada Jokowinya ketimbang proses pemilihan, bahkan PSI itu sendiri. Saat Jokowi batal, saat itulah semua menjadi hambar.
PSI akan begitu-begitu saja tanpa Jokowi mau turun gunung menjadi Ketum. Sekadar foto Jokowi saja yang menempel di PSI sudah terbukti tak mampu mengerek suara PSI di pemilu lalu.
Itupun saat Jokowi masih aktif menjabat Presiden. Apalagi kalau tidak menjabat lagi seperti saat ini. Pemilih kita memang terbilang cerdas membedakan mana hanya simbol atau kamuflase saja, mana yang serius.
Artinya, Jokowi sendiri tak mau PSI menjadi besar. Minimal, Jokowi tak mau berjudi atau bertaruh nasib buat PSI. Biarlah PSI menjadi "mainan" politik anaknya saja.
Sudah banyak juga pengamat yang secara sukarela membantu menganalisis plus-minus kalau Jokowi jadi Ketum PSI
Intinya, plusnya sudah pasti buat PSI, sementara minus lebih banyak buat Jokowi. Terutama, kalau suara PSI tak terlalu signifikan naiknya.
Itu akan menjadi pukulan telak buat Jokowi sekaligus menjadi cemoohan lawan politik Jokowi, terutama dari PDIP, sebagai partai awal yang membesarkan Jokowi.
Jokowi tak bersedia menanggung minusnya, tapi tentu saja tetap menginginkan plusnya, karena Ketum PSI adalah putranya sendiri.
Jokowi memang lebih baik mendirikan partai politik baru ketimbang menjadi Ketum PSI. Resiko partai itu tak berubah menjadi partai besar sama saja kalau Jokowi menjadi Ketum PSI atau mendirikan partai politik baru.
Apalagi PSI sudah punya nama tersendiri yang tak mudah diubah lagi, meski Ketumnya dijabat oleh Jokowi.
Kalau Jokowi mendirikan partai politik baru, maka citra partai baru itu bisa diisi langsung Jokowi dan para relawan yang selama ini setia mengiringi langkah politiknya. Semua bisa masuk tanpa terkendala embel-embel yang sudah dibangun oleh PSI.
Andi Azwan, relawan Jokowi dari Jokman (Jokowi Mania), yang sering tampil di media, lebih cenderung menginginkan Jokowi mendirikan partai sendiri ketimbang menjadi Ketum PSI
Ini menjadi legacy Jokowi terhadap generasi di masa mendatang, katanya. Dengan begitu, lanjutnya, seluruh relawan Jokowi dan simpatisan, baik dari kalangan pengusaha, akademisi, maupun aktivis, dan lain sebagainya, bisa bergabung dengan partai yang didirikan oleh Jokowi itu.
Kalau jadi Ketum PSI akan terbatas relawan Jokowi bergabung karena segmen pemilih PSI itu sudah terbentuk selama dua kali Pemilu.
Jokowi setelah dipecat PDIP, memang terlihat bingung dan kesulitan menentukan langkah politiknya ke depan. Meski awalnya terlihat berjaya dengan turun langsung memenangkan pilkada di mana-mana, khususnya di Jawa Tengah.
Wajar juga rumor mengatakan bahwa ada pihak yang menekan PDIP agar tak memecat Jokowi. Ternyata baru mulai terasa saat ini, Jokowi menjadi serba salah melangkah.
Pilihan mendirikan partai baru dan bergabung dengan partai yang sudah ada sama beratnya, daripada dulu tetap bersama PDIP.