Setelah Gencatan Senjata, Apakah Peran Iran Usai Pula?
Tidak saudara-saudara. Iran sudah menyatakan akan menghapuskan Israel sejak lama. Dan itu dia buktikan dengan mendanai, menyuplai senjata dan melatih milisi-milisinya yang mengepung Israel selama ini.
Setelah tekanan diplomatik yang memaksa Iran untuk gencatan senjata, tentu saja Iran akan melanjutkan lagi perlawanan dengan menggunakan jaringan proksi milisinya.
Strategi ini, yang telah menjadi ciri khas kebijakan luar negeri Teheran, tidak hanya membuktikan keefektifannya dalam memproyeksikan kekuatan tanpa keterlibatan langsung, tetapi juga menciptakan lanskap konflik yang kompleks dan sulit diprediksi.
Gencatan senjata hanyalah jeda taktis. Insiden pasca-gencatan senjata membuktikan hal ini:
1. Hizbullah di Lebanon terus terlibat dalam baku tembak lintas batas dengan Israel, menunjukkan kesiapan mereka untuk beraksi.
2. Hamas di Gaza, meskipun berada di bawah tekanan besar, masih mampu melancarkan serangan signifikan. Klaim keberhasilan mereka dalam menghancurkan tank IDF dengan menewaskan tujuh personel adalah bukti kemampuan yang tetap ada.
3. Houthi di Yaman terus menjadi ancaman maritim di Laut Merah dan menargetkan Israel. Aksi mereka tidak hanya mengganggu jalur pelayaran global tetapi juga berfungsi sebagai ekspresi solidaritas regional yang sejalan dengan agenda Iran melawan Israel dan AS.
4. Kelompok-kelompok seperti Saraya al-Quds (Brigade Al-Quds) dan Jihad Islam Palestina (PIJ), yang secara terang-terangan menerima dukungan dari Iran, juga terus berpartisipasi dalam konfrontasi, memperkuat front perlawanan.
Fakta ini menegaskan bahwa bagi Iran, "gencatan senjata" tidak berarti penghentian total tekanan. Sebaliknya, itu adalah bagian dari sebuah tarian strategis yang memungkinkan Teheran untuk mempertahankan pengaruhnya, menguji batas-batas musuhnya, dan membentuk narasi regional tanpa harus mengorbankan pasukannya sendiri secara langsung.
Baca Juga
- BREAKING: Trump mengatakan Israel telah setuju untuk gencatan senjata Gaza selama 60 hari
- Survei World of Statistics: 59% menyatakan Iran sebagai pemenang perang 12 hari melawan Israel, Hanya 18% yang menyebut Israel unggul
- Health Ranger: Baik Israel maupun pendukungnya menunjukkan ciri dominan dari sosiopat. Nol belas kasih
"Axis of Resistance": Pilar Kekuatan Regional Iran
Jaringan milisi proksi ini sering disebut sebagai "Axis of Resistance" atau Poros Perlawanan. Ini adalah ekosistem yang terstruktur dengan baik, di mana Iran berperan sebagai arsitek dan pemasok utama. Dengan menyediakan dana, senjata, pelatihan, dan dukungan ideologis, Iran telah menciptakan sekutu yang loyal dan efektif di berbagai titik panas regional.
Keuntungan utama dari strategi ini adalah penyangkalan yang masuk akal (plausible deniability). Ketika milisi-milisi ini melakukan serangan, Iran dapat menyangkal keterlibatan langsungnya, menghindari konsekuensi langsung yang mungkin timbul dari tindakan militer terang-terangan. Namun, jejak tangan Iran dalam mempersenjatai dan melatih kelompok-kelompok ini sangat jelas bagi pengamat internasional.
Dilema Regional dan Label Terorisme
Bagi negara-negara Arab Teluk, yang mayoritas Sunni, strategi Iran ini dipandang sebagai ancaman serius. Mereka melihat dukungan Iran terhadap milisi Syiah dan Sunni tertentu sebagai bentuk campur tangan dalam urusan internal mereka dan upaya untuk memperluas hegemoni regional Teheran. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sebagian besar milisi ini, termasuk Hizbullah, Houthi, Hamas dan kelompok-kelompok di Irak, dicap sebagai organisasi teroris oleh negara-negara Arab Teluk dan sebagian besar negara Barat.
Pada akhirnya, peran Iran dalam mendukung milisi proksi adalah strategi yang disengaja dan terukur. Ini adalah permainan catur geopolitik di mana setiap langkah oleh milisi memiliki konsekuensi yang dipertimbangkan secara matang oleh Teheran. Memahami dinamika ini adalah kunci untuk menganalisis kompleksitas dan tantangan abadi di salah satu wilayah paling bergejolak di dunia.
(Yahya Ibrahim)