Hoax Membangun: Pisau Bumerang Yang Memangsa Kepala Bssn


[PORTAL-ISLAM.ID]  Kepala BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara), Djoko Setiadi, menyampaikan jikalau hoax yang sifatnya membangun (hoax membangun), boleh-boleh saja dibentuk dan disiarkan. Pernyataan “smart” ini sudah dicabut oleh Pak Kepala sesudah mengakibatkan kontoversi yang meluas. Lebih “smart” lagi, Pak Mayor Jenderal menyampaikan bahwa dia hanya memancing khalayak untuk menguji kejelian masyarakat. Untuk melihat apakah publik kritis terhadap pernyataannya.

Kasihan Pak Djoko. Kekeliruan (jangan sebut kebodohan) pertama ditutupi dengan kekeliruan (jangan sebut kebodohan) kedua.

Kekeliruan (jangan sebut kebodohan) pertama ialah pernyataan perihal “hoax membangun”. Pernyataan menyerupai ini menyerupai dengan pisau bumerang yang telah dilemparkan. Harus ada yang menjadi korban semoga pisau bumerang itu berhenti berputar.

Pisau bumerang yang dilepas oleh Pak Djoko itu berputar-putar mencari orang yang kurang berilmu dalam memahami makna “hoax mambangun”. Setelah beberapa usang berputar di udara, balasannya pisau bumerang tak menjumpai sasarannya. Tak menjumpai orang yang kurang berilmu itu.

Padahal, senjata tradisional Australia ini harus menancap di badan seseorang, baik itu yang melemparkan maupun orang lain. Pisau bumerang balasannya menancap di badan Pak Djoko sendiri sebagai orang yang melemparkannya. Sebab, sang pisau tak menemukan orang lain yang kurang berilmu dalam memahami makna “hoax membangun”.

Kekeliruan (jangan sebut kebodohan) kedua ialah pernyataan Pak Djoko bahwa dia hanya ingin mengumpan untuk melihat kekritisan publik terhadap pernyataannya. Untuk melihat kejelian masyarakat.

Umpan ini juga sama menyerupai pisau bumerang yang dilemparkan ke udara. Sang pisau harus mencari siapa yang tidak jeli. Ternyata, semua orang yang ada di lapangan, sangat jeli. Mereka tidak bodoh.

Pisau bumerang terus berputar hingga ia menemukan orang yang tak jeli alias orang yang bodoh. Karena tak ada orang lain lagi, balasannya pisau menancap dan berhenti di badan orang yang melemparkannya.

Kasihan Pak Jenderal. Belum 24 jam bertugas, harus menjadi korban pisau bumerang yang dia mainkan sendiri.

Rupa-rupanya, melemparkan bumerang memerlukan standar minimum kecerdasan dan ketangkasan.

Penulis: Asyari Usman
Share Artikel: