@import url('https://fonts.googleapis.com/css2?family=EB+Garamond:ital,wght@0,400..800;1,400..800&display=swap'); body { font-family: "EB Garamond", serif; }

Ust. Felix Siauw: Islam Itu Bukan Arab, Apalagi Barat


[PORTAL-ISLAM.ID]  Menjadi Muslim berbeda dengan menjadi orang Arab, maka Islamisasi terang berbeda dengan Arabisasi. Islam bukan anutan Arab, walau Al-Qur’an berbahasa Arab, dan Nabi Muhammad dari kaum Arab, Islam itu jalan hidup, prinsip hidup.

Demikian salah satu kalimat pembuka dari goresan pena panjang yang dibentuk oleh ustad Felix Siauw Jumat 26 Januari 2018.

“Faktanya, turunnya Islam justru ditentang kaum Arab di masa itu, sebab Islam tiba mengubah tradisi, keyakinan, kebiasan jahil Arab,” tutur ustd Felix.

Islam tiba kepada kaum Arab membawa tatanan sama sekali baru, baik dalam hal tradisi, kebiasaan, akhlak, hukum, juga cara hidup.

Perlu dicatat, sebab Al-Qur’an dan Nabi Muhammad berbahasa Arab maka bahasa Arab juga tidak dapat dipisahkan dari agama Islam. Juga kewajaran, bahwa agama Islam awalnya disebarkan oleh orang Arab, sebab memang agama Tuhan yang pamungkas ini berasal dari sana.

“Mengenai tokoh-tokoh besar agama Islam ini yakni orang Arab, itu pun masuk akal saja, sebab merekalah kaum awal yang beragama Islam,” kata ustd Felix lagi.

Makara dapat dikatakan, Arab belum tentu Islam, dan Islam tidak harus Arab, yang terang Islam itu niscaya berdasar Al-Qur’an dan As-Sunnah. Juga salah besar, jika dikatakan Islamisasi sama dengan Arabisasi, lantas menolak Islamisasi dengan dalih, “Ini Indonesia, bukan Arab”..”Apa bedanya? terang sekali beda, menjadi Arab atau bukan Arab itu takdir, sedangkan mengambil Islam atau mengabaikannya, itu pilihan,” ujar ustd Felix Siauw.

Islam itu Islam, tidak perlu ada pandangan “disana Islam Arab, disini Islam Nusantara”, ini pandangan yang justru berkelahi domba Islam. Islam itu ya Islam, panduannya Kitabullah dan Sunnah, Khulafaurrasyidin, juga tabiin, tabiut tabiin, ulama salaf, apapun madzhabnya.

“Adapun menjadi Muslim, tidak berarti meninggalkan budaya lokal, jika bertentang dengan Islam tinggalkan, jika tidak ya lanjutkan,” tandas ustd Felix.

Apa standar meninggalkan dan melanjutkan budaya sesudah jadi Muslim? ya akidah, jika bertentang dengan aqidah, ya harus tinggalkan.

Misalnya menyerupai budaya membuka aurat, menyembah pohon, ya tinggalkan, beda dengan arsitektur, aneka masakan (halal), ya lanjutkan. Islam masuk ke Cina, arsitektur masjid menyerupai pagoda, boleh saja, tapi sembahyang leluhur dengan hio, ya ditinggalkan, itu contohnya. Islam masuk ke Indonesia, maka batik tetap lestari, bahkan menyerap nilai Islam, boleh saja, tapi menyembah kerikil dan patung, dihapus.

Dalam Islam gampang saja, selama tidak dihentikan syariat, amalkan saja, namun jika sudah ada larangan syariat, Islam yang diutamakan. Maka dalam Islam, semua produk (fisik atau non-fisik) selain aqidah, boleh saja diadopsi, teknologi juga termasuk “produk non-aqidah”. Tapi produk aqidah, selamanya bukan pecahan daripada Islam, kita mencukupkan diri pada Kitabullah dan Sunnah, itu yang terbaik.

Kesimpulannya, belajarlah Islam, kaji terus Islam, jangan berhenti, taati Tuhan dan Rasulullah semata, sebab kita kembali pada-Nya.

Makara Muslim kau nggak harus surbanan, nggak harus jubah, yang terang pikirmu, lisanmu, amalmu, harus berasas Islam. Jangan hingga kebalik, kau surbanan, sarungan, pecian, jubah, tapi pola pikirmu dan referensimu liberal, jauh dari Kitabullah Sunnah

“Lebih manis kau batikan, kemejaan, kaosan, celanaan, kemudian setiap kau mikir, lisan, amal, semua ada dalil Kitabullah dan Sunnah. Lebih manis lagi, kau pecian, sarungan, surbanan, jubahan dan semua pikir, lisan, amalmu , asasnya Kitabullah dan Sunnah, itu,” pungkasnya.