Usut Perkara Blbi, Komisi Pemberantasan Korupsi Tak Berani Sentuh Megawati


[PORTAL-ISLAM.ID]  Dalam masalah Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI, KPK merangkak ke atas menyidik orang-orang penting dan berkuasa. KPK sudah menyidik Boediono sebagai mantan Menteri Keuangan. KPK juga sudah menyidik Kuntoro Mangkusubroto sebagai mantan Menko Ekuin. Lalu, akankah KPK menyidik Megawati Soekarnoputri yang kala itu menjadi Presiden? Ketua KPK Agus Rahardjo memastikan tak akan melakukannya. Kenapa? Berikut klarifikasi Ketua KPK.

Agus Rahardjo menegaskan Mega tidak akan diperiksa. Sebab, penyidikan masalah SKL BLBI yang dilakukan komisinya tidak mengarah pada duduk kasus Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 yang diteken Mega selaku Presiden pada Desember 2002. Meski Inpres itulah yang menjadi dasar penerbitan surat lunas untuk obligor BLBI oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

"Tidak (memanggil Mega). Ini bukan terkait kebijakan. Ini terkait pelaksaan dari kebijakan (Inpres)," tegas Agus kepada wartawan, kem00arin. 

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan, Inpres yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Mega tidak dapat menjadi tindak pidana korupsi.

"Memang itu kebijakan pemerintah. Tapi itu tidak menjadi suatu tindak pidana korupsi,"  ujar Basaria dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Selasa, 25 April 2017. 

Senada, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono memberikan keyakinan Mega tidak dapat dipidana dalam masalah BLBI. Arief mengungkapkan, Inpres Nomor 8 Tahun 2002 merupakan kebijakan negara atau pemerintah sehingga Mega tidak dapat dipidanakan. Apalagi dalam pertimbangannya, Inpres terbit menurut Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 perihal rekomendasi yang berkaitan dengan perjanjian PKPS yang berbentuk Master of Settlement Agreement And Acquisition Agreement (MSAA); Master Of Refinancing And Note Issuance Agreement (MRNIA); dan Perjanjian PKPS serta Pengakuan Utang. 

Menurut Arief, ketika dalam penerapan Inpres tersebut ada penyelewengan, itu bukan salah Mega. 

"Hanya orang yang tidak paham aturan yang mau mempidanakan Ibu Mega lewat masalah BLBI," tegas dia. 

Sebab itu, lanjut Arief, sia-sia saja jikalau ada pihak-pihak yang menyandera Mega dengan masalah BLBI terkait Pemilu dan Pilpres 2019.

"Saya rasa ya percuma saja menyandera Ibu Mega dengan masalah BLBI. Tidak ada sama sekali pasal korupsi yang dapat menjerat Ibu Mega dalam release and discharge oleh obligor BLBI," tandas Arief. 

Sementara, kemarin, KPK menyidik bekas Menko Perekonomian Dorojadtun Kuntjoro Jati. Dia sudah pernah diperiksa dalam masalah yang sama pada 4 Mei 2017. Dorodjatun diperiksa sebagai saksi bagi tersangka eks Kepala BPPN Syafruddin Tumenggung yang ditahan KPK di ujung tahun 2017. 

Mengenakan kemeja biru lengan pendek, Dorojadtun tiba di Gedung KPK sekitar pukul 10.00 WIB. Banyak wartawan yang nggak ngeh dengan kehadirannya. Dorodjatun, yang sempat menjabat sebagai Ketua KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) ini mulus melenggang menuju ruang investigasi di lantai 2 KPK. Sebelum Dorodjatun, KPK juga sempat menyidik eks Menkeu Kwik Kian Gie dan Boediono terkait penerbitan SKL BLBI tersebut. 

Dorodjatun diperiksa selama enam jam. Pukul 16.20 WIB, ia keluar. Dicecar wartawan, ia tampak tak berkenan. 

"Tunggu KPK saja. Sudah, sudah, sudahlah sama KPK saja," selorohnya. Wajahnya terus ditekuk sampai menaiki mobilnya. 

Jubir KPK Febri Diansyah menyatakan, dari Dorodjatun, penyidik mendalami keputusan KKSK menyetujui langkah BPPN menerbitkan Surat SKL BLBI kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). 

"Dorodjatun diperiksa sebagai Ketua KKSK. Jadi, memang tentu kami perlu lihat alasannya yaitu surat tersebut ditandatangani saksi ketika itu sebagai ketua KKSK dan kami ingin tahu bagaimana proses pembuatan surat itu, proposal siapa dan juga proses perdebatan sebelumnya menyerupai apa," tutur Febri. 

Soal sasaran selesainya pengusutan masalah SKL BLBI di tahun 2018, Febri tak dapat memastikan. 

"Kalau kita bicara soal penuntasan, tentu saja nanti kita akan lihat dari perkembangan penanganan perkaranya," imbuhnya. 

Febri menyebut, masalah ini mempunyai kompleksitas tersendiri dibanding kasus-kasus lainnya. Untuk itu, pihaknya perlu mendalami setiap hal terkait masalah ini. Dalam penerbitan SKL BLBI kepada BDNI, tim penyidik harus mendalami setiap surat yang diterbitkan oleh instansi terkait. Apalagi, masalah ini terjadi bertahun-tahun lalu. 

"Ini memang butuh waktu alasannya yaitu memang ada kompleksitas manajemen pada ketika itu dan waktu penerbitan SKL sudah cukup lama. Kaprikornus kita harus uraikan satu persatu alasannya yaitu kami juga ingin ketika masalah ini dibawa ke persidangan seluruh celah-celah untuk menyerang balik masalah KPK ini sudah diantisipasi semenjak awal," tandasnya.

Share Artikel: