Alasan Lengkap PKS Abstain di Pilkada Solo 2020
[PORTAL-ISLAM] SOLO - Sikap abstain dipilih Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Pilkada Solo 2020.
Partai besutan Sohibul Iman itu tidak memberikan dukungan kepada para bakal calon yang akan berlaga dalam pesta demokrasi lima tahunan.
Sosok pasangan Gibran Rakabuming Raka - Teguh Prakosa dan Bagyo Wahyono - Fx Supardjo (Bajo) tidak bisa menarik hati partai tersebut.
Keenganan partai mendukung kedua bakal pasangan calon itu dijelaskan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPD PKS Solo, Sugeng Riyanto bukan tanpa sebab.
Mentoknya komunikasi antar partai politik non PDIP menjadi satu di antaranya.
Komunikasi itu sudah dijalin jauh-jauh hari bahkan sebelum penyelenggaraan Pileg 2019.
Itu untuk memunculkan calon dalam kontestasi Pilkada Solo 2020.
"Langkah komunikasi PKS sudah dibangun lama. Artinya sebelum Pileg 2019 kami sudah mencoba berkomunikasi dengan partai-partai non PDIP," terang Sugeng dalam Ngaso Ngobrol Sore: Teka Teki Langkah PKS di Pilkada Solo, Rabu (16/9/2020).
Apalagi, PDIP menunjukkan tanduknya dengan memborong mayoritas kursi DPRD Kota Solo.
Partai besutan Megawati Soekarnoputri itu berhasil mengantongi 30 kursi parlemen (dari total 45 kursi).
Padahal, partai-partai non PDIP telah berkomitmen untuk mendongkrak perolehan suara dan kursi.
Namun sayang, Kota Solo masih ramah untuk PDIP.
Kekuatan antar partai politik dinilai Sugeng menjadi jomplang dengan langkah borong kursi parlemen PDIP.
"Tapi, apa daya Pileg 2019 tidak seperti yang diharapkan meski kursi PKS tetap dan suara bertambah," ujar dia.
"Tapi, partai-partai lain suaranya berkurang atau bahkan kursinya berkurang atau bahkan hilang," ungkapnya.
Sebut saja, Demokrat, Hanura, dan PPP yang tak memperoleh satupun kursi dewan dalam Pileg 2019.
Padahal Demokrat sempat memiliki 3 kursi, Hanura 1 kursi, dan PPP 1 kursi di pemilihan lima tahun sebelumnya.
Kondisi itu mau tidak mau membuat PKS harus lebih intens menjali komunikasi antar partai-partai yang notabene non PDIP.
Itu dilakukan dengan harapan bisa membentuk koalisi dalam Pilkada Solo 2020.
"Problemnya, komunikasi yang dibangun, digalang itu mentok. Kita tidak bisa membangun komunikasi di Solo," jelas Sugeng.
Intervensi masing-masing DPP partai menjadi satu penyebab komunikasi jadi alot dan berujung mentok.
"Sehingga keputusan mau koalisi dengan siapa sudah di-drive pusat partai sehingga struktur kota tidak bisa menentukan lebih leluasa," ujar Sugeng.
DPD PKS Solo sampai harus meminta bantuan DPP partai.
Namun, hasilnya sama saja. DPP PKS tak berhasil merebut hati para ketua umum partai guna membentuk koalisi.
Kondisi itulah yang kemudian membuat PKS abstain saat pendaftaran calon Pilkada Solo 2020.
"Lalu, apakah abstain dilanjutkan sampai tanggal 9 Desember 2020 atau golput-nya sampai pencoblosan atau tidak ini yang belum bisa kita sampaikan sekarang," urai Sugeng.
"Kita matangkan, kita perkuat lagi tinjauan regulasi dan sosiologisnya kayak apa," tambahnya.
Terlebih lagi, keputusan abstain jangan sampai membuat para kader yang di parlemen tidak nyaman saat berinteraksi dengan masyarakat.
"Kalau tidak ada persoalan itu semua nanti coba kita lihat apakah 9 Desember mau kaya apa," tutur Sugeng.
"Sampai teknisnya bagaimana kita putuskan nanti tapi sampai dengan 9 Desember kita sudah siapkan banyak hal," imbuhnya.
Menurut Sugeng, pemilihan sikap abstain jangan dimaknai PKS yang akan merusak tatanan demokrasi di Solo.
"Orientasinya kami untuk Solo jangan dimaknai ketika PKS tidak mendukung kandidat jadi atau tidak lantas PKS menjadi yang akan merusak Solo, tidak juga," katanya.
Toh, PKS sudah menyiapkan grand design yang akan dieksekusi dalam Pilkada Solo 2020.
"Konteks Pilkada, PKS membuat grand design pesta demokrasi ala PKS. Nanti akan disuguhkan ke publik sebagai ruang pembelajaran kenapa tidak," tandasnya.
Sumber: TribunSolo