Nama Risma dan Koruptor Juliari Muncul di Sidang MK, Disebut Gunakan Bansos Menangkan Pilkada
[PORTAL-ISLAM] Nama mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) dan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara sempat disebut dalam persidangan sengketa hasil Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya 2020 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Seperti dilihat jatimnow.com di website resmi MK (mkri.id), Selasa (26/1/2021) sore, sidang digelar dengan agenda pemeriksaan pendahuluan, dengan Nomor Perkara 88/PHP.KOT-XIX/2021. Kemudian pokok perkara yaitu Perselisihan Hasil Pemilihan Wali Kota Surabaya Tahun 2020.
Nama Risma dan Juliari disebut oleh Kuasa Hukum Pemohon Pasangan Calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Surabaya Nomor Urut 02 Irjen Pol (Purn) Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno, Veri Junaidi.
Kata Veri, pokok permohonan berdasarkan hasil penetapan rekapitulasi suara pada Pilwali Surabaya oleh KPU Kota Surabaya pada 17 Desember 2020 Nomor 1419/PL.02.6-Kpt/3578/KPU-Kot/XII/2020, Pasangan Calon Nomor Urut 01 Eri Cahyadi-Armudji mendapatkan suara 597.540 suara. Sedangkan Paslon Nomor 02 Machfud Arifin-Mujiaman mendapatkan 451.794 suara.
"Menurut pemohon, selisih suara tersebut disebabkan adanya kecurangan yang dilakukan pasangan calon nomor 1, terstruktur sistematis dan masif di seluruh wilayah Kota Surabaya," ujar Veri saat membacakan permohonan dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Arief Hidayat.
Veri menyebut ada dua garis besar pelanggaran pada Pilwali Surabaya Tahun 2020 yang terstruktur sistematis dan masif (TSM).
"Pertama, keterlibatan pemerintah kota dan wali kota Surabaya beserta struktur di bawahnya, dengan memanfaatkan program kegiatan dan kewenangannya untuk pemenangan pasangan calon nomor 1," ujarnya.
"Kedua, pelanggaran dan kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif itu, serta adanya pelanggaran hukum yang tidak diproses secara benar oleh penyelenggara dan pengawas pemilu," tambah Veri.
Permohonan mendalilkan terkait kecurangan TSM di halaman 15 khususnya di tabel 14, terdapat sebaran peta kecurangan dan pelanggaran yang TSM di 20 kecamatan dari seluruh 31 kecamatan di Surabaya.
"Berkaitan dengan itu, kami memohon kepada yang mulia untuk dapat melihat persoalan ini secara holistik dan merujuk timing waktu bagaimana kecurangan-kecurangan yang dilakukan dengan melibatkan struktur yang ada dan juga proses penegakan hukum tidak berjalan," sambungnya.
Veri yang didampingi pemohon prinsipal, Machfud Arifin membeberkan terkait dengan keterlibatan Tri Rismaharini dengan jabatan wali kota Surabaya yang melekat untuk memenangkan paslon Eri Cahyadi-Armudji. Katanya, ada beberapa kegiatan, tindakan yang kemudian dilakukan oleh Risma sebagai wali kota Surabaya.
"Pertama, muncul Surat Risma untuk warga kota Surabaya dan video Risma yang dalam kontenannya menunjukkan Risma sebagai wali kota Surabaya telah terang benderang mengajak warga Kota Surabaya untuk memilih pasangan calon nomor 1. Data dan bukti kami sudah kami lampirkan di dalam," katanya.
Ketua Majelis Hakim, Arief Hidayat kemudian menanyakan kepada kuasa hukum pemohon.
"Itu bukti P berapa, bisa disebutkan," tanya Arief.
"Ada di bukti P5," jawab Veri.
Kemudian Veri membeberkan tentang Surat Bu Risma untuk warga Kota Surabaya maupun video. Juga kampanye Risma untuk memenangkan paslon nomor 1. Hingga kampanye terselubung melalui webinar kegiatan road show pelaku UMKM yang dihadiri Risma.
"Risma telah melanggar ketentuan Pasal 71 ayat 1 Undang-undang Pilkada. Di mana, wali kota dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon," terangnya.
Veri juga menyebutkan, penggunaan bantuan sosial (bansos) dari Kementerian Sosial (Kemensos) untuk pemenangan pasangan calon nomor 1.
"Mengundang Menteri Sosial Juliari Batubara dalam pemberian bansos di Kota Surabaya," terangnya.
Veri juga menyebutkan tentang mobilisasi aparatur sipil negara (ASN), keterlibatan kepala dinas, kepala pemerintahan, camat, lurah dan beberapa struktur lainnya.
"Terkait proses penegakkan hukum, kami lampirkan seluruh uraian yang kami sampaikan telah dilakukan pelaporan ke bawaslu. Bukti terlampir," ungkapnya.
"Proses penegakkan hukum tidak berjalan dengan baik, sehingga pelanggaran itu terstruktur sistematis dan masif (TSM)," jelas Veri. [republika]