Demi Kekuasaan, Hancurkan Ulama. Demi Uang, Gadaikan Akhlak Bangsa

 

[PORTAL-ISLAM.ID]  Inilah hasilnya apabila moralitas tidak lagi menjadi standar dalam penerapan Pancasila. Pancasila hanya dijadikan alat penguasa untuk membela kepentingannya. Agama yang sejatinya merupakan dasar awal Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa” seakan hilang dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berjalan sembilan belas tahun pasca reformasi, saya menilai bangsa ini berjalan mundur ke arah yang mengenaskan. Pembungkaman terhadap hak-hak sipil dalam memberikan pendapat terus terjadi. Ulama di Nusantara selalu saja menjadi bulan-bulanan kriminalisasi dan persekusi sepihak. Sementara organasisasi yang menggunakan jubah Pancasila dengan bebas melaksanakan tindakan anarkis dan main hakim sendiri. Ajaibnya, pemerintah seakan mengamini semua hal yang terjadi tersebut.

Gelagat ini membangkitkan kembali memoar umat atas bencana masa lalu. Di mana hak politik umat islam dikebiri ibarat masa Orde Lama (Orla) yang pro komunis dan Orde Baru (Orba) yang terkesan liberal. Pemerintah dengan revolusi mental yang menengahkan Pancasila, seakan ingin membuat otoritarian gres rasa reformasi.

Pada masa Orde Lama, kedekatan pemerintah dikala itu dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) menyudutkan umat Islam sebagai kalangan yang membuat bangsa ini lambat untuk maju. Agama dituding sebagai candu yang mebuat rakyat tidak aktif membangun negeri. Fakta sejarah melihatkan, begitu banyak ulama dan pengikutnya menjadi korban pembantaian PKI yang dikala itu berlindung di bawah ketiak pemerintahan yang sah.

Puncaknya ialah pembubaran Partai Masyumi dan diberlakukannya demokrasi terpimpin. Menurut pemerintahan Orde Lama, kelompok modernis (Islam) hanya “merintangi penyelesaian revolusi kita,” atau pemerintah menggunakan jargon “mereka ialah golongan kepala batu.” Hal serupa itulah yang kembali terulang dalam rezim Jokowi hari ini.

Untuk menyukseskan gagasan revolusi mentalnya, pemerintah menggunakan tangan lain untuk menghantam umat Islam khususnya ulama. Pemerintah seakan “melempem” menyikapi arogansi organisasi yang mengaku Pancasilais, tapi sangat represif atas gerakan-gerakan umat Islam yang mengkritik pemerintah. Kelompok islam dianggap kelompok “sumbu pendek” yang tidak sanggup mendapatkan keberagaman. Kaprikornus masuk akal sebagian kalangan menganggap PKI telah berdiri kembali di rezim Jokowi.

Kalau sebelumnya pemerintahan di masa orde usang lebih bersahabat dengan PKI, masa kepemimpinan orde gres cenderung lebih liberal. Semasa pemerintahan orde gres yang didukung penuh oleh militer, membuka kran liberalisasi ekonomi dibuka selebar-lebarnya. Sementara pihak yang berseberangan dengan pemerintah, diberangus dengan alat negara (aparat). Puncaknya ialah bencana bentrokan pegawapemerintah dengan masyarakat di Tanjung Priok yang banyak menelan korban dari kalangan sipil (umat Islam).

Itulah cara-cara rezim orde usang dan orde gres yang direpresentasikan Jokowi hari ini. Menggunakan Pancasila sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan, sementara umat Islam selalu dianggap intoleran dan anti Pancasila.

Di sisi lain, Pancasila yang digadang-gadang, tidak lagi menjadi standar budbahasa dalam hidup berbangsa dan bernegara. Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa” tidak lagi menjadi contoh pembentuk moralitas generasi Indonesia. Sekulerisasi dan liberalisasi dalam banyak sekali aspek sudah masuk hingga darah kita. Dengan alasan investasi dan ekonomi, pemerintah dengan santai menggadaikan moralitas bangsa ini.

Lihat saja agresi dugem nasional (DWP) yang jauh dari moralitas kehidupan berbangsa kita. Acara yang diklaim sanggup menghasilkan devisa 350 miliar ini dibiarkan, seakan perawan negeri ini akan dilacurkan di dalam pentasan tahunan itu. Penjualan minuman keras, ditemukannya kondom yang berserakan, pakaian pengunjung yang hadir jauh dari nilai ketimuran (kesopanan), hingga penampilan yang seronok menjadi bumbu perusak moralitas anak bangsa. Apa mungkin ini yang dimaksud Revolusi Mental Jokowi?

Pemerintah hari ini seakan menyebabkan Pancasila sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan dengan memberangus pihak- pihak yang berseberangan (ulama), dan pemerintah juga dengan gampang meggadaikan Pancasila yang sejatinya dilandasi moralitas berbangsa dan bernegara dengan alasan ekonomi.

Pemerintahan Jokowi tampaknya paham dengan pesan Soekarno “jangan sesekali melupakan sejarah.” Dia mengaplikasikan kedua sejarah itu dengan baik. Di satu sisi bercita rasa PKI dan di sisi yang lain bercita rasa liberal.

Penulis: Berry Salam
Share Artikel: