Apakah Taliban itu Pengibar Panji-Panji Hitam Pasukan Al-Mahdi dari Khurasan?
Oleh: Ustadz Wildan Hakim
Pagi-pagi dapat WA menanyakan apakah Thaliban itu Ashaabu Raayatis Suud (Pengibar Panji-Panji Hitam) pasukan Al-Mahdi dari Khurasan?
Ikhwati Fillah... Bergembiranya kita atas kemenangan bangsa Afghanistan (baca: Thaliban) atas USA adalah kudu bin wajib. Kemenangan saudara kita orang beriman atas penjajah USA yang merepresentasikan “mu’askar ahlil kufr” the axis of infidels patut disyukuri dan pastas membuat kita harus bergembira tapi tentunya jangan sampai euforia berlebihan.
Secara de facto Thaliban adalah penguasa Afghanistan “Bil Ghalabah” (Berkuasa karena memenangkan peperangan). Tapi tentunya kita masih harus wait and see untuk memastikan pemerintahan Thaliban -meskipun mengaku sebagai “Al-Imaarah Al-Islaamiyah”- untuk merangkul bahkan mengkonsolidasikan bangsa Afghan sehingga berkuasa bukan karena “Bil Ghalabah” (memenangkan perang dan kekuatan senjata) tapi “kasbul quluub” (memenangkan hati bangsa Afghanistan/ baca; Rekonsiliasi Nasional).
Setelah “kasbul quluub”; memenangkan hati bangsa Afganistan dan memulai “Almasyruu’ alwathani" proyek mercusuar nasional untuk merekontruksi Afghanistan paska perang panjang kita berharap “Al-Imaarah Islaamiyah”; Islamic State versi Thaliban secara de facto dan de jure merepresentasikan keseluruhan bangsa Afghanistan.
Setelah itu PR Thaliban berikutnya adalah “Pengakuan International”. Tentunya mengerjakan PR pengakuan international ini kudu berbarengan dengan mengerjakan PR domestik. Itu dikarenakan dunia international (baca; Barat terutama) tidak akan membiarkan Afganistan rehat meskipun sejenak. Setidaknya kita harus memastikan Afghanistan tidak menjadi ajang “proxy war” polarisasi kekuatan dunia international yang sedang mencari bentuk paska gagalnya “the new world order” versi USA.
Secara geopolitik Afganistan rentan untuk itu apalagi sebelumnya sejarah mencatat meskipun Afghanistan dikenal sebagai “Maqbaratul Imbraturiyaat” (kuburan berbagai imperium dunia), tetapi sering juga menjadi ajang "proxy war" kekuatan dunia. Terakhir Internasionalisasi Jihad Afghanistan justru menjadi ajang proxy war USA bukan hanya untuk meruntuhkan imperium Uni Soviet tapi bahkan menguburkannya.
Highlight-nya adalah jangan sampai Afghanistan terisolasi secara international dan bahkan dengan dunia Islam. Dan ini penting; dunia Islam titik. Dari sini kita berharap ada shifting “masyruu’ wathani”; proyek nasional versi Thaliban menjadi “masyruu’ al-ummah” proyek internasional dunia islam.
Proposal Thaliban ini layak untuk kita berikan waktu yang cukup untuk succes story dan ruang toleransi juga untuk gagal.
Artinya; “Ashaabu Raayatis Suud”; para pengibar panji-panji Hitam dari Khurasaan itu adalah pemilik “Masyruu’ Al-Ummah”; proyek ummat yang teruji, sementara Thaliban masih berkutat untuk mendapatkan legitimasi kekuasaannya secara nasional dan internasional sebelum kemudian diberikan beban dan harapan berlebih.
Secara historis Afghanistan selalu memiliki magnet tersendiri untuk merubah konstelasi geo-politik dunia. Dan ini yang kita tunggu.
Dulu kita over-estimate dengan Jihad Afghan saking semangatnya Syaikh Abdullah Azzam Rahimahullah mendeklerasikan Jihad Afghan sebagai upaya permulaan merekonstruksi ulang institusi Keummmatan International (baca; ‘Audatul Khilaafah ‘alaa Manhajin Nubuwwah), seraya menyerukan kepada para qiyadah Harokah Islamiyah di berbelahan dunia Islam untuk mengirimkan syababnya berjihad di Afghanistan bahkan secara hiperbolis ketika mengilustrasikan kesiapan bangsa Afghan untuk memikul beban sejarah ini “Hum Malaaikatun Yamsyuuna ‘Alal Ardhi”; bangsa Afghanistan adalah bagaikan para malaikat penolong (baca; Anshaarullah) di muka bumi. Tetapi kemudian Syaikh menyadari dan menyaksikan bahwa bangsa Afghan adalah “Unaasun Yamsyuun ‘Alal Ardhi Bikulli Insaaniyatihim”; mereka adalah sekelompok manusia yang berjalan di muka bumi sarat dengan sisi-sisi kemanusiannya yang “mahallul khathaa wan nisyaan” sarat berbuat kesalahan dan lupa akan risalah dan narasinya. Kita tidak ingin kecewa dua kali; Titik.
Ijtihad Fardi Syaikh Abdullah Azzam ini dalam bahasa Syaikh Ahmad ‘Assal telah membuat ummat mundur 50 tahun ke belakang atau sahabat karib beliau Syaikh Ahmad Rasyid yang menyatakan bahwa in sya Allah Syaikh Abdullah Azzam telah syahid dan menikmati syurga Allah tetapi PR yang ditinggalkannya belum tentu bisa diselesaikan oleh ummat dalam waktu lima puluh tahunan.
Kelemahan kita sebagai ummat adalah kemampuan untuk “qiraa-atul ahdaats” membaca konstelasi sebuah peristiwa dan terlalu heroik kalau tidak dibilang heboh ketika berhadapan dengan sebuah masalah.
Paska hengkangnya Uni Soviet dari bumi Aghanistan menyusul kemudian imperium USSR bubar jalan. Hari-hari semakin sendu dan kelabu bukan hanya bagi bangsa Afghan tapi juga bagi ummat dan dunia Islam. USA tidak ingin bangsa Afghan merdeka dan menuai hasil perjuangannya. USA tidak ingin dunia Islam menghela nafas dan mengkapitalisasi buah dari Internasionalisasi Jihad Afghan ini. Siapa memanfaatkan siapa dan apa? Setelah the mission has completed maka the next mission was throwing the proxy into waste basket. USA bukan hanya berupaya meluluhlantakan Afganistan tapi menghancurkan dunia Islam dan memburu partisan Jihad Afghan sampai ke dasar lautan bahkan liang lahat. Wa Makaruuu Wa Makarallahu Wallahu Khairul Maakiriin.
Paska serangkaian eskalasi bola salju “comeback”-nya Thaliban dan kekalahan perang dagang melawan China, Joe Biden berkunjung ke Eropa untuk “istisyaraah” dengan counteurpart-nya para pemimpin Uni Eropa & NATO. Rekomendasi dari kunjungan tersebut adalah USA kudu wajib retreat (mundur) dari bumi Afghanistan karena kalau tidak akan mengalami nasib yang sama dengan USSR gulung tikar dan bubar jalan sebagai sebuah imperium dunia dan USA supados (bahasa Jerman Barat bagian kidul artinya it’s a must -red) lebih berkonsentrasi untuk containment policy against China kalau enggak mau adios atau sayanora dari tampuk kepimpinan dunia merepresentasikan imperium dan hegemoni paradaban Barat.
Dan ini perubahan foreign policy Uncle Sam ini akan merubah peta geo-politik dunia. PR bagi Thaliban dan dunia Islam terutama untuk memanfaatkan momentum ini untuk tampil sebagai pemain utama world politic jangan sampai menjadi penonton apalagi sebagai obyek pelengkap pederita.
Sekali lagi Thaliban belum memenuhi syarat untuk memenuhi kritera sebagai "Ashaabu Raayatis Suud" setidaknya sampai saat ini. Sedangkan kalau sudah terkonfirmasikan maka setiap kita wajib menyambutnya untuk berbaiat meskipun sampai harus datang merangkak seperti hadits shohih yang diriwayatkan oleh para imam hadits terkemuka; Attirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad Ibn Hanbal Dan Alhaakim.
Yang patut diapresiasi adalah “Penjajakan BIN” sebagaimana yang santer di media untuk menjalin komunikasi dengan Thaliban… Hehehe. Husnudzonnya mungkin menjajaki kemungkinan kerjasama “ta’aawun ‘alal birri wa taqwa”.
Dulu Mulla Umar didaulat sebagai Khalifah tapi beliau menolak kurang PeDe atau mungkin tahu diri sehingga mengatakan dirinya adalah seorang Amir; pemimpin dari al-imaarah al-islaamiyah; the Islamic State of Afghanistan saja.
Ini kesempatan setelah dua periode “sukses” memimpin Indonesia nantinya kenapa tidak kalau Jokowi kita promosikan ke dunia Islam sebagai the next chaliph of Islam? Beliau layak dan pantes kok lebih baik dari Erdogan bukan hanya dari segi “gesture” saja tapi visi kepemimpinannya. Umar bin Khattab Edisi Indonesia kok. Aku cinta ploduk Indonesia. Jadi khalifah itu nggak harus dibatasi dua atau tiga periode saja bahkan seumur hidup “sampe mati”. Taaarik maaang…. Asalkan masih sehat wal afiat, komitmen sejati untuk menegakan syariat yang rahmatan lil ‘aalamien dan masih berkemampuan untuk memimpin untuk kemaslahatan umat, kemanusian dan dunia bahkan. Ya tentunya ini sebagai bagian dari kewajiban kita ahlus sunnah wal jamaah mendoakan kebaikan bagi pemimpin itu wajib bin kudu.
Wallahu A’lam Bis Shawaab
Alfaqier Ilallah