[PORTAL-ISLAM] KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dan menangkap enam orang terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut).
Dari enam orang yang kena OTT, lima orang telah ditetapkan sebagai TERSANGKA salah satunya adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), yang merupakan ajudan kepercayaan Gubernur Sumut Bobby Nasution.
5 tersangka terdiri dari 3 dari pihak pemprov Sumut dan 2 swasta, yakni:
1. Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut: Topan Obaja Putra Ginting (TOP)
2. Kepala UPTD Gn Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut: Rasuli Efendi Siregar (RES)
3. PPK pada Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut: Heliyanto (HEL)
4. Direktur Utama PT DNG: M Akhirun Efendi Siregar (KIR)
5. Direktur PT RN: M Raihan Dalusmi Pilang (RAY).
"Menetapkan lima orang sebagai tersangka, yaitu satu TOP, selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut. Nomor dua, Saudara RES (Rasuli Efendi Siregar) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, merangkap pejabat pembuat komitmen atau PPK. Ini untuk perkara di Dinas PUPR," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
Topan Ajudan Kepercayaan Bobby Nasution
Tak banyak birokrat muda yang meniti karier secepat dan sedrastis Topan Obaja Putra Ginting. Nama yang awalnya dikenal di kalangan terbatas sebagai ajudan pribadi Wali Kota Medan sebelumnya. Kini Topan, perlahan menjelma menjadi sosok paling disegani – atau ditakuti – di lingkungan Pemprov Sumut. Perjalanan karier Topan bagaikan roket: cepat, tinggi, penuh daya, dan pada akhirnya... meledak.
Topan bukan orang yang lahir dari jalur karier birokrat biasa. Ia meniti jalannya dari posisi ajudan, tetapi seiring waktu, ia tumbuh menjadi figur yang begitu dipercayai oleh Bobby (saat Wali Kota Medan). Bukan hanya soal tugas-tugas administratif, Topan dipercaya untuk mengelola urusan strategis, bahkan hingga menyentuh kebijakan dan proyek-proyek besar kota Medan.
Banyak ASN di Medan menyebut, posisi penting di lingkungan Pemko seolah tak lepas dari campur tangan Topan. Tak heran ia dijuluki “Ketua Kelas” – bukan karena usianya yang muda, tetapi karena nyaris tak ada keputusan penting yang tidak melalui dirinya.
Yang lebih mencolok, penempatan jabatan kerap kali disebut tidak melalui prosedur formal seperti Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).
Orang tahu, Topan adalah orang dalam lingkaran kekuasaan, dan Bobby sangat percaya padanya. Bahkan untuk urusan proyek-proyek raksasa seperti revitalisasi Lapangan Merdeka, pembangunan Islamic Center, dan pengadaan lampu-lampu kota dan mobil listrik, Topan punya peran signifikan – meskipun secara teknis, ia bukan berlatar belakang arsitek atau insinyur.
Ketika Bobby dilantik sebagai Gubernur Sumatera Utara, Topan tidak ditinggalkan. Ia justru kembali mendapatkan tempat strategis sebagai Kepala Dinas PUPR Sumut dan Plt Kadisperindag ESDM Sumut. Dalam setiap agenda gubernur, dalam banyak kunjungan kerja, Topan nyaris tak pernah absen. Ibarat bayangan, di mana ada Bobby, di situ ada Topan.
Hidupnya terlihat semakin stabil, kariernya semakin tinggi, dan ia menjadi simbol loyalitas yang membuahkan hasil.
Namun, kehidupan seperti itu selalu memiliki sisi gelap. Desas-desus soal kekuasaan yang terlalu besar, gaya hidup mewah yang tak sepadan dengan penghasilan, serta aroma penyimpangan dalam berbagai proyek, mulai mencuat ke publik. Rumah mewah yang sempat viral di media sosial disebut-sebut milik Topan, walau dibantah. Tapi keraguan publik semakin menguat.
Dan akhirnya, semua pertanyaan itu menemukan ujungnya. Jumat, 27 Juni 2025 — hari yang kelak disebut sebagai Jumat Keramat — Topan Ginting bersama lima orang lainnya resmi ditangkap dalam operasi senyap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia langsung dibawa ke Jakarta dan diperiksa intensif. Dalam hitungan jam, ia pun memakai rompi oranye yang selama ini menjadi simbol kehancuran para pejabat yang terlibat korupsi.
Bagi sebagian orang, penangkapan Topan adalah kejutan. Tapi bagi sebagian lainnya, ini hanya soal waktu.
OTT ini menjadi sorotan nasional. Banyak pihak menyoroti bagaimana seseorang yang bukan kepala daerah, bukan pula pejabat terpilih, bisa memegang peranan yang begitu besar dalam pengelolaan anggaran dan kebijakan. Proyek-proyek yang dulu dielu-elukan sebagai simbol pembangunan kota kini mulai dilihat sebagai potensi ladang korupsi yang perlu diaudit ulang.
Bahkan, seorang politisi Sumut sempat menjuluki Topan sebagai "bayi tabung"—istilah yang tidak pernah dijelaskan, tapi cukup untuk menyentak perhatian publik dan mempertegas citra Topan sebagai sosok yang lahir bukan dari jalur politik atau birokrasi biasa.
Kini, Topan menghadapi kenyataan pahit: dari ajudan kepercayaan, ke orang paling berkuasa di balik layar, dan akhirnya menjadi tahanan KPK. Karier cemerlangnya resmi berakhir, dan masyarakat Sumut kini menanti: siapa lagi yang akan terseret?
OTT ini bisa menjadi titik balik – bukan hanya untuk mengakhiri karier seorang Topan, tapi untuk membersihkan birokrasi Sumut dari praktik-praktik kotor yang selama ini tertutup rapat. Masyarakat berharap, ini bukan sekadar pencitraan hukum, tapi awal dari penegakan keadilan yang menyentuh akar.
Makan bubur panas Solo dari Medan.
— Muhammad Said Didu (@msaid_didu) June 28, 2025
Topan Ginting: Dari Ajudan Kepercayaan Bobby Nasution, Menuju Pusat Kekuasaan dan Akhir Tragis di Tangan KPK - https://t.co/K3AehSy4av https://t.co/wmshHFybcP