@import url('https://fonts.googleapis.com/css2?family=EB+Garamond:ital,wght@0,400..800;1,400..800&display=swap'); body { font-family: "EB Garamond", serif; }

PEMBEBASAN AL-AQSA

kata sederhana ini keluar dari lisan seorang tokoh besar Palestina yang namanya terpahat d PEMBEBASAN AL-AQSA
PEMBEBASAN AL-AQSA

"Aku hanyalah manusia biasa. Cita-citaku hanya satu, yaitu semoga Allah meridhai diriku..."

Kata-kata sederhana ini keluar dari lisan seorang tokoh besar Palestina yang namanya terpahat dalam sejarah perlawanan, Syeikh Ahmad Yassin, pendiri Gerakan Perlawanan Islam, HAMAS.

Ia bukanlah sosok yang dikenal karena kekuatan fisik atau penampilan gagah, melainkan karena jiwanya yang merdeka, tekad yang membaja, dan iman yang tak tergoyahkan, meski tubuhnya lumpuh total.

Masa Kecil di Tengah Derita Bangsa

Syeikh Ahmad Yassin lahir pada bulan Juni 1936 di desa Jura Asqalan, daerah Majdal, di selatan Jalur Gaza. Tahun kelahirannya bertepatan dengan masa kebangkitan rakyat Palestina melawan penjajahan, yang dipimpin oleh tokoh-tokoh perlawanan seperti Sheikh Izz ad-Din al-Qassam.

Ayahnya wafat ketika ia baru berusia lima tahun. Sejak kecil, Ahmad Yassin telah mencicipi pahitnya kehidupan sebagai yatim dalam kondisi serba kekurangan. Ia menempuh pendidikan di sekolah desanya hingga kelas lima sekolah dasar.

Namun pada tahun 1948, tragedi besar Nakbah menimpa bangsa Palestina. Pembunuhan, pengusiran, dan penghancuran dilakukan secara brutal oleh penjajah Zionis terhadap penduduk asli. Keluarga Ahmad Yassin pun terpaksa mengungsi ke Gaza dan tinggal di kamp pengungsian dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Hanya mereka yang telah terbiasa dengan kelaparan, penyakit, dan kemiskinan yang mampu bertahan di sana.

Untuk membantu keluarga, Ahmad kecil sering pergi ke kamp militer Mesir bersama teman-temannya, mengambil sisa makanan tentara untuk diberikan kepada keluarga mereka yang kelaparan. Pada tahun 1950, ia berhenti sekolah demi menyokong keluarganya yang terdiri dari tujuh orang, bekerja di sebuah warung sederhana yang menjual makanan dari kacang-kacangan.

Lumpuh Fisik, Tapi Bukan Jiwa
kata sederhana ini keluar dari lisan seorang tokoh besar Palestina yang namanya terpahat d PEMBEBASAN AL-AQSA
Tragedi lain datang saat ia berusia 16 tahun. Saat melatih anak-anak berenang di Laut Gaza, ia mengalami kecelakaan yang menyebabkan patah pada bagian tulang belakang lehernya. Setelah perawatan dengan gips selama 45 hari, ia dinyatakan lumpuh total. Sejak saat itu, ia menjalani hidup dalam kondisi cacat fisik permanen, tanpa harapan untuk sembuh.

Namun justru dari tubuh yang lumpuh inilah lahir kekuatan yang tak terbayangkan. Syeikh Ahmad Yassin tidak pernah menyerah. Ia menuntut ilmu, berdakwah, membangun jaringan dakwah bawah tanah, dan akhirnya mendirikan H4M@S, organisasi perlawanan yang menjadi tulang punggung perjuangan rakyat Palestina. Meski terbatas secara fisik, ia memiliki kebesaran jiwa dan ketajaman visi, yang membuatnya disegani kawan maupun lawan.

Keyakinan tentang Runtuhnya Israel di 2027

Menjelang akhir hayatnya, dalam salah satu pernyataan yang paling dikenang, Syeikh Ahmad Yassin menyampaikan sebuah keyakinan yang menggemparkan dunia:
"Pada 2027, kewujudan Israel tiada lagi." 

"Saya katakan Israel sedang menuju ke arah penghapuasan, insya Allah. Pada awal abad yang akan datang. Secara tepatnya saya katakan, Pada 2027 kewujudan Israel tiada lagi."

Bagi beliau, runtuhnya Israel bukanlah angan kosong, melainkan sebuah kepastian sejarah yang akan datang, sebagaimana imperium-imperium zalim lainnya yang tumbang karena ketidakadilan, kezalimannya sendiri, dan doa umat yang tertindas.

Keyakinan ini bukan sekadar retorika, melainkan buah dari iman, analisis realitas, dan harapan yang terpatri dalam dada seorang hamba yang hanya menginginkan ridha Allah dalam hidup dan perjuangannya.


Warisan Jiwa Merdeka

Syeikh Ahmad Yassin akhirnya syahid pada 22 Maret 2004, diserang rudal Israel saat keluar dari masjid seusai salat subuh. Namun syahidnya tidak memadamkan nyala semangat, justru membakar lebih banyak jiwa-jiwa muda untuk melanjutkan perjuangan.

Ia membuktikan kepada dunia bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk menjadi cahaya perlawanan dan pemimpin umat. Yang terpenting adalah hati yang ikhlas, niat yang lurus, dan semangat yang tak pernah padam.

Dan kini, ketika tahun 2027 kian mendekat, dunia kembali teringat pada keyakinan itu, bahwa entitas yang dibangun di atas kezaliman tidak akan bertahan selamanya.

(Aidil Heryana)