Nyali Iran – Sebuah Catatan dari Timur Tengah
Oleh: Pressnett
Kadang, dunia ini memang cuma cocok buat mereka yang nekat. Dan Iran, bisa dibilang salah satu contohnya.
Coba pikir deh, siapa negara yang berani nyerang langsung markas militer Amerika dua kali setelah Perang Dunia II? Iran. Bayangin aja, walau udah dikasih warning keras sama AS, Iran tetap ngegas: mereka nge-bomb Al Udeid Airbase di Qatar—pangkalan militer terbesar di Timur Tengah, yang isinya lebih dari 13 ribu personil. Ini bukan tempat kecil, bro.
Kabarnya sih, pangkalan itu sering dipakai AS buat bantu Israel dalam urusan nyerang-nyerang Iran. Jadi, Iran bales dendam, pake jumlah rudal yang sama banyaknya kayak yang AS pake buat hajar situs nuklir Iran dua hari sebelumnya.
Nggak cuma itu. Ada juga serangan ke pangkalan AS di Irak, meski yang ini bukan Iran langsung, tapi pasukan pro-Iran. Jadi, bisa dibilang ini bukan lagi permainan catur. Ini udah kayak street fight skala negara.
Tapi yang bikin lebih mind-blowing: 3 jam sebelum serangan, Iran cabut dari keanggotaan NPT—itu lho, perjanjian anti penyebaran senjata nuklir. Mereka juga resmi berhenti kerja sama dengan IAEA (badan nuklir internasional). Artinya? Nuklir Iran nggak bisa diawasi siapa-siapa lagi. Mirip banget sama Korea Utara. Game politiknya makin naik level.
Masalahnya, IAEA juga dicurigai selama ini jadi alat buat ngebantuin narasi AS dan Israel yang pengen ngepress Iran soal nuklir. Banyak dokumen rahasia yang bocor juga mendukung tuduhan ini.
Lanjut. Trump tiba-tiba ngumumin gencatan senjata antara Iran-Israel. Tapi anehnya, Israel malah terus nyerang Iran. Jadi Iran balas lagi. Menlu Iran bilang, “Nggak ada yang namanya gencatan senjata kalau masih diserang.” Fair enough, kan?
Israel saat ini dalam kondisi nggak baik-baik aja. Serangan Iran bikin kota-kota kayak Tel Aviv porak-poranda. Bahkan lebih parah dari kondisi Tehran. Padahal Iran belum pakai senjata pamungkasnya.
Fakta yang lebih ngeri: sistem pertahanan rudal AS gagal total. Rudal Iran tetap nyampe ke target meski dijaga ketat. Itu kayak bilang ke dunia: "Kalian nggak aman, bahkan di markas kalian sendiri."
Sementara itu, Iran belum nutup Selat Hormuz. Mereka anggap situasi sekarang belum krusial banget. Tapi jelas, mereka siap kapan aja.
Politik dalam negeri Iran? Masih solid. Rapat parlemen jalan terus, sistem pemerintahan tetap utuh. Ketua DPR Iran bilang kalau rakyatnya masih satu suara: di bawah Ayatollah Khamenei dan Presiden Pazeskian. Jadi jangan harap bisa ngacak-ngacak Iran dari dalam.
Oh iya, soal ide "perdamaian", Iran kayaknya belum mood. Mereka bakal terus nyerang Israel sampai ada kondisi tertentu yang menurut mereka pas buat duduk bareng.
Dan yang patut dicatat: Iran sekarang bukan cuma hadapi Israel. Di balik Israel, ada lima negara besar (AS, Inggris, Jerman, Prancis, India) yang dukung habis-habisan. Tapi tetap aja, Iran berani berdiri sendirian.
Sayangnya, negara-negara Arab lain? Masih banyak yang ‘main aman’ dan condong ke AS. Padahal kalau mereka berani bersatu, bisa jadi peta kekuatan di kawasan bakal berubah total.
Dari semua ini, satu hal yang bisa kita pelajari: Iran itu contoh soal keteguhan posisi, bahkan dalam tekanan sebesar apapun. Apakah ini semua akan berakhir baik? Belum tentu. Tapi setidaknya, Iran sudah menunjukkan ke dunia kalau keberanian bisa bikin lawan yang jauh lebih besar mulai gemetar.
“Kadang, dunia nggak butuh negara kuat. Tapi negara yang cukup gila buat melawan arus.” – Pressnett